Merayakan 6 tahun Rumah Buku / Kineruku
4 – 18 April 2009
Jl. Hegarmanah 52, Bandung
(Pameran berlangsung pada pukul 10.00-20.00. Hari Minggu dan hari libur nasional tutup.)
Turut Menghias:
Ariani Darmawan
Bayu Laksmono
Budi Warsito
Dave Andiputra
Deden Bulqini
Edo Wulia
Gifran Muhammad Asri
Joedith Tjhristianto
Meicy Sitorus
Widya Sena Pradipta
(Lihat profil para penghias di sini.)
Rumah, Kami, Kita.
(Catatan Pengantar Pameran “Teman-teman Menghias Rumah Buku”)
di depan pintu: bayang-bayang bulan
terdiam di rumput. Cahaya yang tiba-tiba pasang
mengajak pergi
menghitung jarak dengan sunyi
(Puisi “Di Depan Pintu”, Sapardi Djoko Damono)
Selembar tulisan, atau lebih mendasar lagi, gagasan, bisa bermula dari angka. Kami menuliskan ini di satu senja yang lembab, di teras belakang yang menghadap hamparan rumput dengan dua lampu taman. Sayup-sayup dari balik semak belukar, tiga ekor kumbang sepakat mendengungkan lengkingan bersama tiap matahari sore hampir tergelincir. Di ruang lain, ada empat jenis gelak tawa yang tertahan, sumpah serapah menjelang tenggat waktu pekerjaan yang nyaris terlanggar, juga vokal sumbang sahut menyahut menyaingi alunan musik-musik kesukaan. Sementara di antara rak-rak buku di ruang sebelah, ada lima pengunjung sedang khusyuk menekuni buku bacaan masing-masing. Dan kalender di dinding, juga ingatan kami, mengabarkan usia tempat ini: 6 tahun.
Tempat ini, Rumah Buku, rumah kami. Semenjak pintu rumah ini dibuka lebar-lebar untuk khalayak enam tahun silam, ‘kami’ perlahan berubah menjadi ‘kita’. Sebuah perpustakaan baru berfungsi maksimal ketika publik dengan mudah dan nyaman mengaksesnya. Stereotip perpustakaan yang angker, dingin dan berjarak, dibongkar dengan merangkul hangat publik dan mempersilakan mereka datang seperti memasuki rumah sendiri. Semangat berbagi kesukaan—buku, musik, dan film—menjadi patokan awal karena kami, dan juga semoga, kita, percaya: bahwa ilmu pengetahuan bakal berkembang biak, dan bukannya berkurang atau punah, justru tatkala dibagi.
Seperti dikatakan Gaston Bachelard di buku Poetics of Space, rumah adalah ranah yang terkait dengan pikiran, tindakan, ingatan, dan mimpi. Inilah tempat kami, tempat kita semua: ruang yang riuh rendah penuh impian, sekaligus sunyi senyap dengan kenangan pribadi masing-masing. Rumah bukan lagi sekadar satuan tiga dimensi, tapi juga sebuah percakapan, pertukaran gagasan, pada akhirnya sebuah melting pot, antusiasme antarpenghuninya. Maka ketika beberapa teman dekat berniat menghias Rumah Buku untuk memeriahkan perayaan ulang tahun yang keenam, yang terjadi adalah sebuah keragaman bentuk yang cukup personal—semacam kesadaran penuh untuk berbagi.
Teman-teman tersebut menempatkan karya mereka sebagai dekorasi ruang, yang beragam mulai dari lukisan kanvas, fotografi, instalasi teks, hingga seni grafis. Menghias berarti menambahkan, dengan niat memperindah, mempercantik, tanpa mengganggu esensi tempat dan fungsi awalnya. Meskipun tak hendak menyeruak merebut perhatian utama, namun justru hasrat yang tampak secuil-secuil itu yang berpotensi menggugah. Maka di sela-sela deretan buku, tumpukan DVD film dan CD musik, juga tembok-tembok yang terasa semakin sempit, ada gairah menyebarkan gagasan masing-masing. Nyaris tak ada kemiripan tema satu sama lain, selain fakta bahwa ide-ide tersebut lahir dan tumbuh berkembang sedikit banyak dari interaksi kreatif sesama penciptanya, yang semuanya pernah bergerak di Rumah Buku sebagai ruang alternatif yang terbuka dengan segala kemungkinan. Beberapa di antaranya cukup kental dengan unsur kenangan, bisa jadi karena hidup memang seringkali tersusun dari ingatan atas hal-hal sepele. Tak heran selalu ada yang terasa sentimentil dalam usaha mengawetkan yang telah lewat. Toh pada akhirnya, berkarya juga sebentuk upaya mengingat. Nostalgia jelas sesuatu yang 100% sah, sepanjang tak menghalangi keleluasaan menatap ke depan dan beringsut maju.
Kini, setelah penanggalan berganti enam kali, apa yang masih dan akan tetap ada? Barangkali, selayaknya bocah yang baru melepas masa balita, dia melompat-lompat lincah. Jalan masih panjang, akan ada perayaan angka ketujuh, kedelapan, keseratus dan seterusnya. Dan bukankah proses menggelutinya yang menarik? Seperti kutipan puisi Sapardi Djoko Damono di awal tulisan ini, ada semacam upaya “menghitung jarak dengan sunyi.” Artinya, akan ada yang senantiasa bergerak maju, termasuk mimpi-mimpi bersama rumah kita ini; dari awalnya sunyi, untuk kemudian membuncah dan bergelora, di depan sana.
Bandung, 29 Maret 2009
Bayu Laksmono dan Budi Warsito
Comments (6)
Selamat Ulang Tahun Rumah Buku!
Ta sabar ingin singgah kembali..salam kenal
selamat ulang tahunyah buat Rumah Buku 6 tahun bukan usia yang muda lagi semoga tetap eksis dan bisa ikut memajukan dunia pendidikan
wah, udah lama ndak buka situs rumah buku n dah lama pula gak mampir ksana,..
trnyata Rumah Buku ultah toh..klo bgitu ya Met Ultah d yg ke-6
mudah2an angan, cita dan harapan akan segera tercapai :-)Dan tentuna yg gak kalah penting, koleksi bukunya diperbanyak, biar member jadi pada seneng hehe…
Terima kasih Rhesa. Rumah Buku/Kineruku selalu rutin menambah koleksinya; baik buku, musik, maupun film. Koleksi terbaru bisa dicek di webzine ini, di posting-posting berjudul “Just Arrived!”, atau silakan datang sendiri ke tempat kami :)
Pingbacks
- Author
[…] Demi memeriahkan perayaan ulang tahun ke-6 Rumah Buku tanggal 29 Maret 2009, beberapa teman dekat berbaik hati menyumbangkan karya-karya mereka untuk dipajang di sela-sela rak-rak buku, di balik teralis jendela kaca, di antara gorden, di tembok teras belakang, atau di atas tumpukan DVD. Pameran bertajuk “Teman-teman Menghias Rumah Buku” ini berlangsung selama dua minggu pada tanggal 4-18 April 2009. (Baca tulisan pengantar pameran di sini.) […]