Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

Malcolm Gladwell yang Penasaran

Malcolm Gladwell yang Penasaran
25/05/2010

“Keingintahuan mengenai apa yang ada di balik pekerjaan harian orang lain adalah salah satu dorongan paling mendasar pada manusia, dan dorongan itulah yang menyebabkan buku yang sekarang Anda pegang ini ditulis,” demikian kata Malcolm Gladwell di pengantar What the Dog Saw (GPU, 2010, 461 hal.) Dia terus memelihara dan mengembangkan rasa ingin tahu terhadap sembilan belas macam kepenasaran dengan matang. Rata-rata menghasilkan esai yang sangat panjang untuk ukuran artikel bernada investigatif demi mengorek suatu subjek, kemudian menuliskannya dengan sangat lincah dan menggigit. Semua pembaca buku Gladwell sudah tahu betapa kuat ciri khas tulisannya, dan betapa tulisan itu membuat ketagihan.

Kemudahan What the Dog Saw ialah semua petualangan Gladwell demi menelusuri suatu fenomena bisa dibaca dari mana saja, dan kita akan segera tahu betapa rasa penasaran manusia itu memang meluap-luap, tak terbendung bahkan oleh teka-teki atau misteri paling gelap sekalipun. Buku ini menyajikan lebih banyak lagi menu tentang betapa manusia dan drama kehidupannya bisa melahirkan peristiwa yang kerap terlalu sulit untuk saling diprediksi. Manusia bergerak lebih cepat dari prasangka ataupun prakiraan orang lain; mereka suka membuat kecele orang yang mencoba menangkap gelagatnya. Betul manusia bisa menganalisis, menebak, dan memprediksi, tapi hasrat dan antisipasi lebih cepat lagi bergerak menanggapi respons.

Rasa penasaran ada yang sederhana dan rumit. Kalau perempuan ingin mengecat rambut dengan warna tertentu, bisa jadi itu teka-teki sederhana; sementara kalau kita ingin tahu bagaimana polisi dan detasemen khusus menentukan target operasi terorisme, mungkin itu misteri yang hebat dan mendebarkan. Tapi sama saja: keduanya butuh jawaban, dan orang seperti Gladwell dengan segala cara berusaha menjelaskannya. Upayanya jelas telah sukses membuat jutaan orang suka, meski tidak semua. Sebagian orang menilai Gladwell terlalu simplisistik (menggampangkan) dan mengabaikan faktor penting lain dalam berbagai fenomena yang rumit; dan itu membuat mereka menilai tulisannya sebagai pseudosains. Tapi yang jelas kehebatannya meyakinkan orang banyak sulit ditandingi. Wajar bila media massa seperti Time, Newsweek, juga GQ menobatkan Gladwell sebagai penulis yang dewasa ini paling mempengaruhi cara orang berpikir.

Gladwell memilah What the Dog Saw dalam tiga bagian. Urutan paling menariknya justru dari belakang. Di bagian ketiga dia membahas tentang kepribadian, sifat, dan kecerdasan manusia. Dia membicarakan kenapa sebagian orang sudah genius sejak muda, namun sebagian lain justru baru panas setelah berusia matang? Apa beda kesuksesan teori relativitas dan keberhasilan perusahaan semacam Microsoft? Bagaimana polisi mengembangkan teori kejahatan dan menangkap tersangka terorisme padahal ciri penjahat sangat kabur dan mudah sekali berubah? Kenapa seseorang bisa panik dan akhirnya kalap? Dan kisah-kisah yang lebih menyangkut indra, emosi, dan pikiran daripada sesuatu yang fisikal.

Di bagian kedua dia mengembangkan teori, prediksi, dan diagnosis. Misal seperti ini: kenapa perusahaan yang sangat terbuka, dikelola dengan baik, diisi orang-orang cerdas kelas satu, berkembang pesat, punya kapital luar biasa, sahamnya diminati investor, punya semua kriteria unggul, memenuhi standar kehebatan macam-macam, toh akhirnya bangkrut dan gagal diselamatkan? Kenapa badan intelijen yang punya analisis tiada terperi tetap gagal menemukan Osama bin Laden? Semuanya paradoks rumit yang bisa melahirkan kisah penelusuran menarik.

Di bagian pertama dia menulis tentang “genius minor“, yaitu orang hebat yang perannya dianggap sepele, seperti pawang anjing, produsen pewarna rambut, atau raja saus tomat. Padahal kerja dan temuan mereka hebat juga. Gladwell membuat mereka jadi setara dengan penemu penting kelas dunia. Bayangkanlah bila orang Indonesia tak kenal sambal, bagaimana rasanya. Tapi kenapa kita tidak tergerak untuk menelusuri, siapa yang pertama-tama membuat ramuannya?

Meski begitu, isi ketiga bagian buku ini masih terasa inkonsisten. Sebab di bagian pertama kita bisa menemukan tulisan tentang Nassim Nicholas Thaleb yang terkenal berkat The Black Swan, yaitu sejenis teori probabilitas untuk menerangkan falsifikasi. Dia jelas bukan tipe “genius minor.” Sementara di bagian kedua dan ketiga kita bisa menemukan topik agak ringan, seperti contek-mencontek karya yang bercampur dengan ilham atau hasil riset dan bagaimana seekor anjing menentukan ada kejahatan di depan matanya.

Keunggulan Gladwell tampaknya berporos pada dua hal: (1) cara berpikirnya unik dan cara dia menarik kesimpulan mengejutkan; (2) cara penulisannya hebat dan lincah sekali. Dalam hal teknik penulisan, bergabungnya dia sebagai staf penulis The New Yorker punya andil besar, sebab majalah ini sudah terkenal berkat gaya dan cita rasa sastranya. Dalam hal cara berpikir, dia cerdas, meskipun bukannya tanpa cela.

Sepintas, isi buku-buku Gladwell tampak klise. Sebagian orang bingung apa beda blink dengan ilham, intuisi, atau wisdom dari pengalaman yang diasah terus hingga membuat orang peka? Dalam Outliers, banyak orang masih bingung apa hubungan tanggal lahir dengan kesuksesan. Tapi toh mereka tetap semangat membaca tulisannya.

Gladwell tahu cara menuliskan petualangan-petualangan pemikirannya. Dia mampu menyabet topik yang awalnya berserakan dan kabur menjadi tajam dan membangkitkan rasa penasaran. Dia bergerak dari satu narasumber ke penyelidikan lain, berusaha langsung mengalami fakta-fakta yang mungkin terbayangkan, lantas melakukan studi literatur dan menemukan pasase yang tepat. Gladwell berkata, “Bila mau menulis buku, Anda perlu punya lebih dari sekadar cerita yang menarik. Anda harus punya hasrat untuk menceritakan kisah itu. Dalam beberapa hal Anda bahkan secara personal perlu mengupayakannya bila memang berguna bagi tulisan.”

Banyak buku motivasional atau bisnis sudah membicarakan subjek yang dibahas Gladwell. Tapi kenapa buku dia tetap bisa menonjol dan bestseller gila-gilaan? Bisa jadi karena ini: (1) Argumen Gladwell kuat dan cara berpikirnya menarik; (2) Gladwell bisa merangkai fakta trivial (sepele, sering diabaikan atau dianggap rendah) ke dalam logika besar dengan cara pop-ilmiah menjadi mudah dipahami; (3) Gladwell bisa membuat koneksi antara hal klise dengan teori yang awalnya orang bingung penerapannya bagaimana dalam keseharian atau kasus khusus. Istilah teoretis yang dia munculkan juga catchy. Ada yang menyebut bahwa Gladwell ialah seorang idea connector, wajar bila dia pun menjadi people connector.

[Anwar Holid]

What the Dog Saw, dan Petualangan-Petualangan Lainnya
Judul asli: What the Dog Saw and Other Adventures
Penulis: Malcolm Gladwell
Penerjemah: Zia Anshor
Penerbit: GPU, 2010
Tebal: 480 hal.; Ukuran: 13.5 x 20 cm
ISBN: 978-979-22-5249-1

 

Comments (2)

  1. wartax 14 years ago

    foto gladwellnya bagus banget!

  2. Nia Janiar 13 years ago

    Wah, saya jadi ingin baca bukunya.

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Subscribe