Pembicaraan antara istri dan suami merupakan bagian dari kehidupan yang senantiasa diiris dan disajikan dengan menawan oleh Umar Kayam. Ada Marti dan suaminya, yang sejak diberitahu dokter bahwa mereka tidak bisa punya anak, lantas memanggil satu sama lain dengan Pa dan Mam. Ada juga perempuan yang masih tersenyum ceria ketika melapor kepada suaminya, “Hey, coba bayangkan, sesudah kesekian tahun di New York, baru sekarang di negeri kita yang primitif ini aku mungkin ketahuan kena kanker.”
Buku Fireflies in Manhattan (Umar Kayam, penerjemah John H. McGlynn, 2012, The Lontar Foundation, Jakarta) istimewa karena kita bukan cuma berkesempatan menyimak cerita Umar Kayam dalam bahasa Inggris, melainkan juga menyimak pengantar dari R.H. Yus Kayam, istri Umar Kayam. Dalam pengantarnya Yus mengungkap sejumlah kisah tentang proses kreatif Umar Kayam, dan latar belakang karya ‘UK’, panggilan sayang Yus kepada suaminya.
Mengingat hari-hari di mana mereka tinggal dengan kondisi ekonomi pas-pasan di New York, Yus menulis, “It seemed like when money was the tightest, there was nothing more we wanted to do than to spend money on pizza, hamburgers, or hotdogs.” Yus juga bercerita tentang bagaimana kesibukan menjadi Direktur Jenderal Radio-TV-Film Departemen Penerangan pada 1966-1969 hampir tidak menyisakan ruang bagi UK buat menulis. Akan tetapi, periode itu menginspirasi Umar Kayam menulis Bawuk, seorang lagi karakter perempuan menggetarkan, yang kalau menulis surat penuh dengan pergunjingan yang seru, tapi “nadanya selalu tidak jahat, penuh humor bahkan pengertian yang menakjubkan tentang hubungan antar manusia.” Sebuah penilaian yang bisa digunakan juga untuk tulisan Umar Kayam.
Menurut Yus, UK sempat terinspirasi menulis memoar setelah membaca buku André Malraux yang berjudul Anti-Memoir. Namun rencana itu tidak kesampaian ketika UK keburu meninggal pada 16 Maret 2002.
[Andika Budiman]
_
Beberapa karya Umar Kayam tersedia di koleksi perpustakaan Kineruku, yakni kumpulan cerita pendek: Sri Sumarah dan Bawuk (1975), Parta Krama (1997), Lebaran di karet, di karet… (2002), Fireflies in Manhattan (2012); novel: Para Priyayi (1992), Jalan Menikung – Para Priyayi 2 (1999), dan kumpulan esei: Mangan Ora Mangan Ngumpul (1993), Sugih Tanpa Banda (1994), Mandhep Ngalor Sugih Mandhep Ngidul Sugih (1997), Satrio Piningit Ing Kampung Pingit (2001), Titipan Umar Kayam: Sekumpulan Kolom di Majalah TEMPO (2002).
Cerpen “Seribu Kunang-kunang di Manhattan” pernah diadaptasi menjadi naskah drama oleh sutradara Wawan Sofwan dan dipentaskan oleh aktor Deden Syarief (Bandung), dan aktris Nathalie Pfeiffer (Jerman), di teras belakang Kineruku, 28 Agustus 2010.