Cléo de 5 à 7 (Agnes Varda, France, 1962. Black and White, 90 min, DVD, French with English subtitle)
Ketika semua orang mengganggap Jean-Luc Godard, François Truffaut, dan Alain Resnais sebagai dewa-dewa sinema French New Wave, Agnes Varda seakan dilupakan di sudut terpencil kota Paris. Padahal karya-karyanya yang sarat akan komentar sosial memiliki nilai estetis dan ekspresi personal yang tak kalah tinggi dibandingkan sutradara-sutradara French New Wave lainnya. Mungkinkah keterbenaman namanya disebabkan pemikiran-pemikiran feminis yang ia suarakan di dunia yang telah terlanjur didominasi oleh para pria? Cleo From 5 to 7 membuktikan bahwa siapa pun yang tidak menempatkan Varda di jajaran sutradara terpenting dunia, adalah salah.
Film ini mengabadikan 2 jam kehidupan Cleo—seorang penyanyi tenar yang terobsesi dengan kecantikannya—ketika ia menghabiskan waktu untuk menunggu keputusan dokter tentang penyakit yang dideritanya. Dalam kerentanan dan ketakutan Cleo berkeliling mencoba menyaksikan kembali gambaran-gambaran di sekitarnya dengan pandangan baru: sang pacar yang terlalu sibuk dan menganggapnya sebagai riasan belaka, sang sahabat yang berpose sebagai model bagi para pematung dan begitu bangga (namun tidak bahagia) akan keindahan tubuhnya, hingga tentara muda yang memberikannya pandangan baru akan cinta dan kehidupan. Dalam pergantian waktu yang singkat tersebut Cleo mendapati bahwa kehampaan dalam dirinya yang menyakitkan adalah sekaligus penawar penderitaannya. Di akhir cerita ia seakan mencabut kembali kata-kata yang ia ucapkan untuk menghibur dirinya di awal film: “As long as I’m beautiful, I’m alive.”
Dalam film berdurasi 90 menit ini, Agnes Varda dengan pandai mengenakan perangkat-perangkat sinema French New Wave—teknik editing jump cuts yang menjadi ciri khas gerakan tersebut, penggunaan voice over juga metode-metode dokumenter lainnya—dan sekaligus dengan berani mendobraknya dengan menampilkan sebuah cerita melodramatis, puitis, dan hampir-hampir romantis. Kamera yang dengan dinamis menggerakkan sudut pandang dari orang pertama, kedua, hingga ketiga menggambarkan kelincahan sekaligus kegelisahan Cleo, yang secara langsung menjadikan film ini sebuah karya personal seorang sutradara perempuan terbesar abad 20. Seperti layaknya sebuah mantel hasil rajutan tangan, film ini memberikan kehangatan dan kepuasan tidak hanya bagi si pembuat, tetapi juga para pengguna dan penikmatnya. [AD]
[trailer]: