Belle de jour.
Luis Buñuel, France/Italy, 1967
101 minutes, VHS & DVD.
Sepasang suami istri menaiki kereta kuda, melewati jalanan membelah hutan Perancis. Pemandangan musim gugur yang romantis seharusnya ideal bagi pasangan yang sedang kasmaran, namun justru pertengkaran kecil yang justru terjadi. Sang suami murka dan meminta sais memberhentikan kereta kuda, memaksa istrinya turun. Tangannya diikat ke pohon, pakaian dilucuti dengan kasar. Entah atas kesalahan apa, kedua sais diperintah untuk memecut punggung putih nan halus sang istri. Lebih sinting lagi, salah satu disuruh mencumbunya.
Di sela-sela kesakitannya, terlontar kalimat absurd dari sang istri kepada suaminya, “Pierre, jangan biarkan kucing-kucing itu kabur…” Kucing? Kenapa kucing? Penonton seperti ditegur dan harus menebak-nebak, nyatakah adegan ini? Sekejap kamera berpindah ke kamar sebuah apartemen: suami bertanya kepada istri yang sedang berbaring di tempat tidur, “Apa yang sedang kamu pikirkan?” “Aku memikirkan kamu, kita.”
Sang istri, Séverine Serizy, muda dan jelita, menikahi Pierre, dokter tampan nan mapan yang sangat mencintainya. Namun kalimat ‘live happily ever after’ tampaknya hanya berlaku di dunia Cinderella dan kawan-kawannya. Itu pun tanpa menceritakan kehidupan para puteri Disney tersebut pasca menikah, apalagi kehidupan seks mereka. Suami nyaris sempurna ternyata tak serta merta membuat Séverine bergairah secara seksual. Perkawinan mereka hambar (mereka tidur di kasur yang berbeda!) meski semuanya tetap berjalan dengan tenang dan damai. Hal-hal mulai terganggu saat Séverine terinspirasi mengikuti jejak temannya yang terjun ke dalam dunia prostitusi. Bukan lantaran kondisi finansial yang buruk, melainkan karena menurut Séverine, “Penghambaan terhadap seks hanya bisa dipenuhi dengan melacurkan diri.”
Kendati saling mencintai, mereka gagal membagi keintiman fisik. Demi memuaskan hasrat seksnya yang sudah tak terbendung lagi, Séverine nekat memasuki dunia ‘malam’, yang dalam kasusnya, menjadi dunia ‘sore’. Dengan menggunakan nama alias Belle de jour (yang berarti ‘daylight beauty‘), Séverine sembunyi-sembunyi bekerja di tempat prostitusi milik Madame Anaïs, hanya mulai dari jam 2 siang sampai jam 5 sore, selama suaminya bekerja. Awalnya Séverine terlihat bimbang dan jijik menghadapi para pelanggan, namun lama kelamaan ia semakin menikmati dan bersedia melakukan segala keinginan dari para tamunya. Dia juga kerap membayangkan bercinta dengan siapapun yang dia mau; sahabat suaminya, sais kereta kuda, bahkan nekrofilia. Fantasi-fantasinya sarat dengan nuansa masokis, berkisar pada penyiksaan (diikat, dicambuk) hingga pengotoran (dilempari lumpur).
Séverine tak pilih kasih dalam bekerja: laki-laki yang secara fisik jauh dari menarik pun tetap dia layani. Dibanding suaminya yang tampan dan atletis, mereka jelas tak ada apa-apanya. Rupanya ketertarikan seksual tak selalu berbanding lurus dengan daya tarik fisik. Selain itu, Séverine seperti mengidap Madonna/Whore Complex, sebuah complex yang umumnya dialami oleh kaum pria, dimana mereka tak dapat menggabungkan cinta dan seks, karena di mata mereka, isteri/kekasih/perempuan yang dicintai adalah pengganti sosok ‘ibu’—sosok sakral yang tak boleh dikotori dengan seks. Karena itu mereka memendam hasrat seksual atas pasangannya, atau menyalurkannya kepada perempuan lain yang dianggap ‘kotor’, ‘bandel’, sehingga pantas diperlakukan secara tidak pantas (melalui seks). Laki-laki dengan Madonna/Whore Complex tidak kuasa memuaskan pasangannya dan begitu pula sebaliknya. Dalam film ini, ciri-ciri Madonna/Whore Complex yang menghinggapi perempuan bisa kita tangkap melalui karakter Séverine: sangat mencintai suami, tetapi selalu menolak berhubungan seks dengannya, untuk kemudian memilih bercinta dengan orang-orang tak dikenal. Cinta dan seks tidak bisa bersatu: bagi Séverine, dua hal itu masuk dalam kategori ‘Either/Or’.
Segala keanehan ini berakar pada trauma seksual masa kecil Séverine. Masa lalu ini muncul sekelebat dalam film, melalui fragmen-fragmen adegan seorang anak kecil yang sedang digerayangi seorang laki-laki yang jauh lebih tua. Perempuan yang mengalami trauma seksual seringkali menimpakan kesalahan pada dirinya sendiri meskipun merekalah yang menjadi korban. Séverine terlanjur menganggap dirinya ‘kotor’ sehingga tidak pantas ‘mengotori’ (bercinta dengan) suami yang mencintainya (simbol ‘suci’ dan ‘bersih’). Rumitnya, pada saat bersamaan trauma masa kecil itu sekaligus membuatnya terobsesi dengan seks. Semakin Séverine merasa dirinya ‘kotor’, semakin dia terjebak dalam kubangan masa lalu, semakin merasa bersalah tiap kali ia berontak untuk keluar. Prostitusi dianggap satu-satunya jalan untuk memuaskan dirinya, tanpa harus ‘merusak’ suaminya.
Permainan ini semakin berbahaya ketika dia bertemu dengan pelanggan baru, seorang kriminal bernama Marcell: epitomi ‘ultimate bad boys’ yang kasar, brengsek, berpenampilan urakan, sedikit cacat. Tokoh Marcell, diperankan oleh aktor yang mirip sekali Cillian Murphy, adalah sosok laki-laki yang sangat bertolak belakang dengan suami Séverine. Adakalanya perempuan, meski berkeinginan dipuja dan diperlakukan layaknya ratu atau tuan puteri, justru memiliki hasrat ‘gelap’ terpendam, untuk diperlakukan kasar, dianggap objek yang lemah, dan didominasi penuh oleh laki-laki. Marcell yang kian terobsesi Belle de Jour, mulai memaksa masuk kehidupan Séverine di luar jam 2 siang – 5 sore. Disambanginya kediaman Séverine, yang khawatir aktivitas rahasia siang harinya diketahui suaminya. Dalam kecemburuan yang memuncak, Marcell menembak Pierre. Darah tumpah, dan penyesalan selalu datang belakangan. Menjelang penghujung film, Séverine sempat terpikir bicara jujur kepada Pierre masalah psikologis yang merundungnya. Namun dia juga takut suaminya akan menganggap dia ‘kotor’ kemudian meninggalkannya untuk bersama dengan perempuan yang ‘suci’. Sayang sekali, sebelum pengakuan itu sempat terjadi, kerumitan lain muncul. Hingga tulisan ‘fin’ tampak di layar, diiringi gemerincing kereta kuda tanpa penumpang membelah hutan musim gugur.
Luis Buñuel, yang juga dikenal sebagai Bapak Sinematografi Surealisme, menjadikan Belle de Jour kental dengan nuansa surealis melalui imajinasi Séverine yang ganjil, seperti saat ia melayani seorang klien nekrofilia yang memiliki banyak kucing. Kucing dalam mimpi dapat diinterpretasikan sebagai simbol erotisme perempuan, juga keinginan bawah sadar untuk memperoleh kebebasan. Batasan antara imajinasi (pikiran Séverine) dan kenyataan telah mengabur dan melebur sejak adegan pembuka film. Perhatikan saat suara kucing, kerincing kereta kuda, bunyi bel terdengar: mereka seolah hadir sebagai pertanda transisi kenyataan menuju imajinasi, begitu pula sebaliknya. Kereta kuda tanpa penumpang yang meluncur di akhir film diperdebatkan sebagai bentuk pelepasan rasa bersalah, beban Séverine atas kebohongan-kebohongannya kepada Pierre. Tidak untuk dilewatkan, adalah penampilan brilian Catherine Deneuve, yang pada zamannya atau bahkan sampai sekarang, disebut-sebut sebagai salah satu perempuan tercantik di dunia. Dengan muka polos, paras kebingungan tapi kadang juga dingin, dia berhasil membawakan peran Séverine pada level yang mungkin tak terbayangkan oleh aktris lain. Ekspresinya yang acuh tak acuh adalah gambaran akurat untuk kondisi psikologis sang tokoh yang sudah mati rasa.
Setelah menonton film ini, rasanya harus berpikir seribu kali jika hendak menyakiti orang yang disayangi dan menyayangi kita. Karena ketika konsekuensi dan penyesalan itu hadir di depan pintu, belum tentu kita sanggup menghadapinya. Terus menerus melarikan diri pun bakal sangat melelahkan. Jadi, patut untuk direnungkan: “Is honesty still the best policy in your dictionary?”; atau mungkin kita bersama-sama menaiki kereta kuda menyusuri hutan musim gugur di Paris?
[Lintang Melati]
Kineruku mengoleksi film Belle de jour ini dalam format VHS dan DVD. Juga tersedia film-film Buñuel lainnya, seperti Diary Of A Chambermaid, That Obscure Object of Desire, dan The Discreet Charm of the Bourgeoisie. Selengkapnya klik di sini.
Comments (10)
Ceritanya bagus,
@gsty : Terima kasih untuk komennya. Cerita “Belle de Jour” ini memang bagus, menceritakan sesuatu yang mungkin dianggap tabu oleh masyarakat tanpa harus menilainya secara hitam-putih.
Film nya ada d ruku ga?
Semua film (juga buku dan CD musik) yg direview di webzine ini ada di Ruku.
Tang, gw pinjem dari lu aja ya? hehe…
Salut, tahun 1967 udah bisa bikin cerita yang temanya “berani”.
@Alfan : Pe, lo main ke rumah buku aja hehe.. gue soalnya juga nontonnya di situs web video sharing terkenal :)
Catherine Deneuve!
yeah! ain’t she the prettiest thing? :)
makasih sinopsisnya! jadi tau deh jalan ceritanya. dulu aku nontonnya versi yang sudah di-dubbing ke bhs spanyol… jadi aja bingung nonton filmnya yg rada2 surealis gitu.
@Lintang: kalo boleh tau, nontonnya di website apa ya? kepingin nonton lagi! kalo harus ke bandung, kejauhan euy…
Saya sudah nonton film nya.
Wajah Catherine Deneuve binal. Saya paling suka adegan datangnya pelanggan profesor yang mengidap orientasi gaya seksual tertentu kepada si mucikari dan Severine merasa kikuk.
So much fun!