Saya selalu merekomendasikan buku karya Knut Hamsun setiap kali ada pengunjung Kineruku yang bertanya kepada saya buku apa yang sebaiknya mereka baca. Sulit juga menjelaskan alasannya, karena saya bukan tipe pembaca yang mampu mengingat persis detail-detail cerita buku yang saya baca.
Buku Hamsun yang pertama saya baca judulnya Mysteries. Nama tokoh utamanya, aduh, siapa ya? Yang saya ingat, buku itu bercerita tentang seorang asing yang berkunjung ke sebuah desa kecil di Norwegia. Dia bertamu ke rumah para penduduk untuk berkenalan dan berinteraksi dengan mereka, namun karena dia datang dari tempat yang asing, logat bicara dan cara berpakaiannya pun dianggap asing oleh penduduk setempat. Tanpa disadari, kemunculan si orang asing ini berpengaruh juga kepada cara berpikir mereka. Berbagai kesan dan perasaan yang asing berkelebat dalam diri mereka dan menjalari seluruh desa itu.
Membaca buku Mysteries ini saya malah terbayang adegan-adegan dari film arthouse kontemporer. Misalnya adegan yang menangkap lanskap desa yang sepi. Kaget juga saat mengetahui Mysteries ternyata pertama kali terbit pada 1892! Saya kira buku itu ditulis jauh setelah itu.
Saking berkesannya Mysteries, saya sempat takut membaca karya Hamsun yang lain, khawatir kesan saya terhadapnya bakalan luntur. Sampai suatu hari saya menemukan karya Hamsun yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, judulnya Lapar, penerjemahnya Marianne Katoppo. Saya membacanya dan suka! Ceritanya tentang seseorang yang percaya bahwa dia mampu menulis dengan baik, dan meyakini bahwa dia mampu hidup dari situ. Tapi kenyataan di sekitarnya berkata lain. Kepalanya penuh ide, tapi ide-ide itu tidak dapat mengisi perutnya yang kosong. Semakin dia lapar, semakin liar juga hal-hal yang berkelebatan di kepalanya. Meski kedengaran sedih, Hamsun justru menuliskan kisah tokoh ini dengan lucu.
Buku Hamsun lainnya, Pan, dalam versi terjemahan bahasa Indonesia, saya beli dari seorang teman. Kata pengantarnya lagi-lagi ditulis oleh Marianne Katoppo, dan dari situ saya mendapat kejutan. Disebutkan, Knut Hamsun adalah pelopor gaya penulisan flow of thought dan memperkenalkan gaya penulisan tersebut di Eropa. Gaya ini memungkinkan penulis menangkap kesan yang didapatkannya ketika menghadapi kehidupan. Tiba-tiba saya teringat lagi betapa Hamsun menceritakan alam, juga kecantikan seorang wanita, selalu dengan sangat personal.
Konon gaya flow of thought ini tidak hanya mempengaruhi penulis, tapi juga pelukis. Picasso termasuk pembaca Hamsun, dan dia lantas terinspirasi menggambar kesan yang ada di benaknya. Ketika menggambar anjing, misalnya, dia melepaskan diri dari imaji anjing yang diindera oleh matanya.
Mungkin itu yang membuat karya Hamsun terasa modern bagi saya, yang hidup di tempat lain, lebih dari 100 tahun setelahnya: betapa cara manusia merasakan sesuatu tidak berubah, di manapun dan kapanpun dia hidup. Saya mungkin tidak bisa merekomendasikan Hamsun dengan detail-detail yang presisi, tapi saya bisa menyampaikan kesan-kesan saya atas karyanya.
[Ariani Darmawan]
_____
Tersedia di koleksi perpustakaan Kineruku, buku-buku Knut Hamsun di antaranya: Mysteries, Lapar, Pan, dan Growth of the Soil.