Alasan pertama membaca buku ini tentunya adalah karena si pengarang adalah penulis The Virgin Suicides, salah satu buku terbaik yang keluar di tahun 90-an. Dan seperti debutnya tersebut, Middlesex dipenuhi deskripsi tentang masa muda, pencarian jati diri: sebuah cerita tentang penemuan cinta di tempat-tempat yang tak terduga.
Alasan kedua, karena kisah dalam novel epik ini merentang tiga generasi dan hampir satu abad perjalanan sebuah keluarga. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Cal atau Calliopea, seorang hermafrodit yang dibesarkan sebagai perempuan dan pada saat remaja “berubah” menjadi seorang lelaki. Namun Middlesex tidak semata-mata menceritakan Cal dan perjalanannya melintasi jurang kelamin. Midllesex mengisahkan perjalanan Cal(liopea) yang hijrah dari Yunani ke Amerika karena perang antar agama, dan kehidupan mereka setelah tiba di sana. Tokoh Cal(liopea) dan kisah hidupnya merupakan simbol ketidakseimbangan yang muncul antara dua dunia yang diseberangi para kaum imigran pada jaman tersebut: Yunani-Amerika, lelaki-perempuan, miskin-kaya, masa lalu-masa depan. Dengan meninggalkan Yunani, mereka tidak hanya meninggalkan rumah mereka, tetapi juga identitas dan masa lalu mereka.
Alasan ketiga, karena tidak pernah ada tokoh dalam sejarah literatur yang semenyenangkan Calliopea. Sebagai hermafrodit, ia memaparkan cerita dari sudut pandang lelaki maupun perempuan. Transformasinya dari perempuan menjadi lelaki adalah kisah yang lucu, manis tapi terkadang memilukan. Bayangkan, pada umur 12, Anda adalah anak gadis yang cantik, dan pada saat berumur 17 tubuh Anda tiba-tiba berubah menjadi kekar, berbulu dan berdada rata.
Tiga alasan sudah lebih dari cukup untuk mencintai buku ini. Sisihkan waktu untuk membacanya! [Indra Permadi]