Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

Jindabyne | Ray Lawrence, 2006

Jindabyne | Ray Lawrence, 2006
09/05/2008

Australia, 123 min, 2006, Crime/Drama/Mystery/Thriller, DVD, English.

Film adaptasi cerita pendek Raymond Carver berjudul “So Much Water So Close to Home” ini menyuguhkan kita sebuah sinema minimalis, yang agaknya telah ditinggalkan sineas masa kini. Minimalis, bukan dalam hal ketiadaan konflik cerita, namun dalam penyajiannya yang tidak neka-neko, penggunaan komposisi musik yang substansial dan gambar geometris yang repetitif.

Tidak jauh beda dari karya Lawrence sebelumnya, Lantana, film Jindabyne dibuka dengan adegan menghentak. Seorang gadis aborigin diburu oleh pria tua berkulit putih. Walau tanpa penggambaran yang jelas, penonton tahu bahwa gadis itu lalu dibunuh dan dibuang ke sungai. Cerita pun dimulai. Dalam sebuah liburan memancing, empat orang pria dari kota kecil bernama Jindabyne, Australia—Stewart seorang pemilik pom bensin (diperankan oleh Gabriel Byrne), dan ketiga temannya Carl, Rocco, dan Billy—tidak sengaja menemukan mayat gadis tersebut terapung. Cuaca cerah, ikan yang sedang banyak-banyaknya, dan jarak jauh untuk kembali ke kota membuat keempat pria tersebut memutuskan untuk terus berlibur sesuai rencana mereka. Lagi pula perempuan itu telah mati, pikir mereka. Mereka pun membiarkan mayat tersebut terapung dan mengikatkan kaki gadis itu ke sebuah pohon dengan tali pancing mereka, dengan harapan agar tubuhnya tidak hanyut dan dapat ditemukan secara utuh oleh pihak kepolisian.

Kepulangan mereka perlahan menggegarkan kota Jindabyne. Claire, istri Stewart (diperankan oleh Laura Linney), menganggap suaminya melecehkan gadis aborigin tersebut. Insiden itu seketika merunyamkan pernikahan mereka. Permasalahan gender yang muncul membuat jurang perbedaan persepsi antara para pria dan istri-istri mereka semakin lebar. Rasa bersalah muncul menggerayangi komunitas kulit putih di kota kecil itu. Fakta menuding pria-pria tersebut sengaja meninggalkan mayat sang gadis karena alasan rasis.

Kepekatan masalah sosial dan politik dalam Jindabyne memang terasa agak berat di beberapa bagian. Namun hal ini rupanya disengaja oleh sang sutradara. Ketimbang menghadirkan musik instrumen yang terdengar ringan di kuping, Lawrence memilih Paul Kellie—penyanyi balada kenamaan Australia—untuk mengiringi film ini dengan gumaman suara tanpa katanya. Sublimitas yang dihasilkan oleh bunyi-bunyian ini berdampak luar biasa ketika digabungkan dengan visual keindahan alam Australia yang belum terjamah. Adalah David Williamson, sang sinematografer, yang berjasa membuat kita terus terpana menatap film ini.

Dengan keahlian layaknya seorang sutradara maestro, Ray Lawrence mengatur adegan-adegan yang sarat akan kegelisahan, menampilkan emosi terpendam karakter-karakternya ke permukaan. Sebuah hasil yang menakjubkan dari seorang sutradara yang baru membuat tiga film dalam dua dekade! [AD]

Comments (0)

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Subscribe