Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

Oldboy | Park Chan-wook, 2003

Oldboy | Park Chan-wook, 2003
10/06/2008

Park Chan-wook, Korea, 2003, Color, 120 min, Korean with English/Indonesian subtitle.

Sebuah film yang bagus kadang tidak langsung memberikan efek terdahsyatnya secara langsung. Namun dampak yang ditimbulkannya akan terus mengganggu dan menghantui kita setelah kita menontonnya. Itulah yang akan terjadi setelah Anda menonton Oldboy, sebuah film instant cult karya sutradara bertangan dingin asal Korea Selatan, Park Chan-wook.

Balas dendam—tema klasik film-film Hollywood sejak era film western seperti The Good, The Bad, and The Ugly hingga film pasca-modern seperti yang diramu oleh Eye For An Eye oleh John Schlesinger—diangkat dengan kemasan yang rapi dan mengagumkan oleh Park dalam film ketujuhnya ini.

Seorang pria, Oh Dae-su (Choi Min-sik) yang baru saja bebas dari tahanan polisi karena tertangkap mabuk-mabukan di hari ulang tahun anak perempuan semata wayangnya, diculik secara brutal dari jalanan dan terbangun dengan menemukan bahwa dirinya terkurung di dalam sebuah sel yang menyerupai kamar hotel lengkap dengan televisinya. Dari layar kaca tersebut Dae-su mengetahui bahwa istrinya telah tewas terbunuh, dan ia adalah satu-satunya tersangka. Depresi dan rasa penasaran akan alasan ia dikurung selama bertahun-tahun membuat Dae-su mengalami histeria, halusinasi, bahkan beberapa kali mencoba bunuh diri. Penantian yang begitu lama dan menyiksa ini akhirnya berujung 15 tahun kemudian ketika ia tiba-tiba dibebaskan. Dengan tekad membalas dendam, dibantu oleh Mi-do (seorang koki yang dikenalnya lewat sebuah acara TV) mereka menyusun rencana untuk membuka teka-teki yang selama ini menghantuinya. Namun, segalanya berubah sejak Dae-su bertemu dengan Lee Woo-jin (Yu Ji-tae), pria misterius yang tiba-tiba menantangnya mencari tahu alasan ia dikerangkeng selama 15 tahun, dalam waktu 5 hari.

Park Chaan-wook yang juga adalah seorang kritikus film kenamaan ini adalah sarjana filosofi dari Sagong University, Korea. Latar belakang pendidikan tersebut mempengaruhi karya-karya filmnya. Sentuhan filosofis, dan penyadaran akan hakikat manusia dan kepedihannya sering mewarnai film-film karya Park, sebut saja Joint Security Area (2000), film Park yang menggambarkan intrik emosional dan politik antara Korea Selatan dan Utara. Film ini dipuji para kritikus dan pernah menjadi film terlaris sepanjang masa di Korea Selatan.

Melalui Oldboy yang merupakan bagian kedua dari trilogi Vengeance yang dimulai dengan Sympathy For Mr. Vengeance pada 2002 dan diakhiri dengan Sympathy for Lady Vengeance di tahun 2005, Park menghasilkan sebuah karya yang kuat, cerdas, dan berani melawan arus industri film Korea. Park juga berhasil mengekspresikan gaya penyutradaraannya yang dinamis dan penuh eksperimentasi: angle-angle pengambilan gambar yang tidak biasa, adegan-adegan long-take yang dikemas rapi, dan beberapa ide-ide cemerlang lainnya yang akan menjadi spoiler jika disebutkan. Alhasil, Oldboy telah menjadi bagian dari film-film klasik dunia, dan telah membuat Park dianugerahi Grand Prix of The Jury (setara dengan Runner-up) pada ajang Cannes Film Festival di tahun 2004.

Selain secara visual, score yang mengiringi film ini patut diancungi dua jempol. Perpaduan berbagai aliran musik seperti waltz, tango, tekno, serta musik klasik, memberikan penegasan terhadap setiap adegan dan mood yang diinginkan. Yang paling mengesankan adalah penggunaan salah satu musik klasik berjudul, Four Seasons Concerto karya Antonio Vivaldi.

Film ini pada akhirnya menyisakan pesan berharga bagi kita: Balas dendam bukanlah ujung dari penyelesaian masalah manusia, karena balas dendam hanya membuat orang yang kita benci turut merasakan apa yang kita rasakan. Dendam membawa kita kembali pada pangkal kepedihan. [Rafki Hidayat]


Comments (0)

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Subscribe