.
Beberapa pakar AS dan Indonesia bekerja sama meneliti
dan merekam musik tradisional berbagai daerah di Indonesia.
Dibiayai Ford Foundation, dilaksanakan oleh lembaga ilmiah.
.
Orang boleh menganggap musik metal nan bising itu sebagai “lambang” yang bergengsi. Paling tidak itulah anggapan sebagian remaja kota yang jumlah amat terbatas itu. Suka atau tidak, musik “pinggiran” seperti keroncong, dangdut, gamelan ajeng, langgam Jawa, gambang kromong, merupakan cermin yang paling sah dari wajah budaya Indonesia. Itulah sebabnya musik “pinggiran” seperti itu mendapat perhatian istimewa dari Smithsonian Institute, sebuah lembaga ilmu pengetahuan dan kebudayaan Amerika yang cukup bergengsi.
Sejak dua tahun lalu beberapa pakar musik dari Amerika dan Indonesia bekerja sama meneliti dan merekam beberapa jenis musik tradisional atau musik rakyat dari berbagai daerah di Indonesia. Ada dua pakar AS, yaitu Philip Yampolsky dan Alein Feinstein, sedangkan dari Indonesia ada Sal Murgiyanto, Rizaldy Siagian, R. Supanggah, dan sejumlah doktor lainnya yang tergabung dalam Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI), yang sebelumnya bernama Masyarakat Musikologi Indonesia.
Sampai sekarang, proyek besar yang rencananya merekam 20 volume atau album ini, dan diberi judul Music of Indonesia, sudah selesai empat album. “Ini adalah perekaman terbesar yang pernah dilakukan oleh Smithsonian,” kata Yampolsky yang bertindak sebagai editor. “Selama ini rekaman yang dilakukan oleh Smithsonian paling banyak hanya tiga sampai lima album, “tambah Yampolsky yang beristeri wanita asal Solo ini. Musik rakyat Yunani saja, pada tahun 1970, hanya direkam tiga volume.
Volume pertama berjudul Songs Before Dawn memuat gandrung Banyuwangi, Jawa Timur. Yang kedua, Indonesian Popular Music, yang sampulnya bergambar Rhoma Irama, berisi lagu-lagu dangdut, keroncong, langgam Jawa. Album ketiga, Music from the Outskirt of Jakarta, khusus berisi gambang kromong, khusus berisi gambang kromong asli Betawi. Sedangkan volume empat merupakan kumpulan lagu-lagu tradisional dari Sumatera Utara, meliputi Batak Toba, Karo, dan ho-ho dari Nias. Volume kelima akan merekam topeng Betawi (Bekasi), gamelan ajeng (Karawang), tanji (Tangerang).
Dalam waktu dekat Yampolsky akan berkeliling ke beberapa daerah untuk meneliti dan merekam musik rakyat dari beberapa daerah, seperti Minang, Gayo, Melayu, pedalaman Kalimantan Barat, Sulawesi, Irian. Adapun musik tradisional dari keraton Jawa dan musik daerah Bali, menurut Yampolsky yang berlatar belakang pendidikan etnomusikologi Indonesia dari Universitas Washington ini, tidak direkam karena sudah sangat dikenal. Proyek yang direncanakan selesai lima tahun ini memang khusus untuk musik yang belum banyak dikenal.
Dengan seperangkat alat perekam yang canggih, dan diproses di AS, seri rekaman itu diterbitkan berupa compact disc dan pita kaset biasa. Dalam perekaman ini Yampolsky dibantu oleh Djoko Kurnain, pengajar ASTI Bandung. Selain terbit dalam bahasa Inggris, juga dalam bahasa Indonesia. Pada setiap volume dilampirkan esei singkat mengenai musik yang bersangkutan, disusun Yampolsky bersama R. Supanggah dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Solo dibantu dua mahasiswa jurusan musik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Usaha perekaman ini ternyata tidak mudah. Sebelum melakukan rekaman di beberapa pelosok daerah, para asisten Yampolsky mengikuti kursus singkat mengenai teknik perekaman yang diberikan oleh seorang ahli dari AS. Para peserta kursus ini dari sekolah tinggi seni di Bandung, Padang, Ujungpandang, Denpasar, Medan, Solo. “Dan di lapangan, kalau saya tak banyak tahu tentang musik yang akan direkam, saya mengajak orang yang mengetahuinya,” ujar Yampolsky.
Hampir semua rekaman dilakukan secara langsung, live show, kecuali dangdutnya Rhoma Irama dan Mansyur S. yang dibeli langsung dari produsernya. Begitu pula lagu-lagu pop daerah Karo dan Makasar. Dari rekaman utuh sepanjang delapan jam, setiap musik diedit menjadi hanya 17 menit, dan hasilnya disimpan sebagai arsip di Smithsonian di Washington dan MSPI di Solo.
Smithsonian, yang sudah berusia seabad lebih, berdiri pada tahun 1846, mempunyai beberapa biro. Misalnya Bureau of American Ethnology, National Gallery of Arts, dan United States of National Museum. Kegiatannya meliput pameran, festival seni, penelitian hewan langka, arkeologi, konservasi lingkungan. Maka usaha perekaman musik rakyat oleh lembaga ilmiah dan berbobot seperti ini merupakan proyek besar dan amat penting, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi masyarakat ilmiah di dunia.
Rizaldy Siagian menilai kegiatan ini sangat penting karena mencerminkan kekayaan dan ragam budaya Indonesia. “Selain itu, kelak para ahli tak perlu lagi mengorbankan waktu dan biaya untuk meneliti musik tradisional sampai ke pelosok-pelosok,” ujar ketua Jurusan Etnomusikologi USU Medan ini.
* * *
*) Diketik ulang dari tulisan Budiman S. Hartoyo di majalah TEMPO, 22 Agustus 1992, halaman 70.
> ikhti[ar]sip.006
Perpustakaan Kineruku mengoleksi Seri Musik Indonesia 01-10 dalam format CD rilisan resmi dari Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (1999). Foto ilustrasi di awal posting ini adalah sampul-sampul CD dari sepuluh album tersebut, yaitu:
01. Gandrung Banyuwangi: Nyanyian Menjelang Fajar
02. Musik Populer Indonesia: Kroncong, Dangdut, Langgam Jawa
03. Musik dari Daerah Pinggiran Jakarta: Gambang Kromong
04. Musik dari Nias dan Sumatera Utara: Hoho, Gendang Karo, Gondang Toba
05. Musik Betawi & Sunda: Topeng Betawi, Tanjidor, Ajeng
06. Musik Malam dari Sumatera Barat: Saluang, Rabab Pariaman, Dendang Pauah
07. Musik dari Rimba: Riau dan Mentawai
08. Musik Vokal dan Instrumental dari Flores Timur dan Tengah
09. Musik Vokal dari Flores Tengah dan Barat
10. Musik dari Biak, Irian Jaya
Di setiap album termuat liner notes yang cukup komprehensif dalam bahasa Inggris tentang musik yang direkam di dalamnya. Info lengkap dari Music of Indonesia Series bisa dilihat di web Smithsonian Folkways, termasuk daftar lagu dan liner notes dalam format PDF yang bisa diunduh.
Newer
/crowdfunding/ Pandai Besi Rekaman di Lokananta
Older
/resensi: film/ Norwegian Wood | Tran Anh Hung, 2010
Comment (1)
Pingbacks
[…] dsb. Selengkapnya cek di kineruku.com Baca juga koleksi [ARSIP] sebelumnya: >> Merekam Wajah Asli Indonesia >> Kau Takkan Kurelakan Sendiri >> Musik Pop Indonesia: Satu Kebebalan Sang […]