“Arsitektur berperan besar dalam membentuk suatu budaya masyarakat,
maka kompetensi seorang arsitek akan menentukan lingkungan binaan
yang dapat memintarkan atau membodohkan.”
Buku yang dari judulnya memiliki kesan sinis ini mengupas persoalan tersebut dengan cara yang khas. Melalui ungkapan kalimat negatif, Pursal seorang pengajar pada Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan menantang pemikiran para arsitek baik yang aktif sebagai praktisi maupun yang tenggelam dalam pusaran teoritik. Ia ingin menyampaikan gagasannya tentang seluruh pengetahuan mendasar yang seharusnya tertanam dalam pembelajaran arsitektur. Maka selain berguna bagi para arsitek, buku ini sangat berguna bagi mahasiswa dan awam untuk mengetahui peta besar pergumulan arsitektur.
Pursal menceritakan arsitektur dengan berpijak pada kebutuhan dan keinginan manusia. Bila pada awalnya arsitektur lahir dari manusia, ia pun harus menyesuaikan diri dengan dinamika manusia, bukan sebaliknya. Namun berbagai karya arsitektur yang tercipta di Indonesia saat ini seolah hanya mengikuti gaya dibandingkan berangkat dari inti pemikiran.
Melalui pengamatannya akan perkembangan arsitektur Indonesia itu Pursal menyelipkan berbagai macam pandangannya. Ia membahasnya tuntas bagaimana ber-arsitektur dari tahap perancangan sampai peniliaian. Segala aspek seperti pentingnya sebuah prinsip tatanan dalam perancangan, bagaimana hubungan fungsi-bentuk-makna dalam arsitektur, peran riset dalam perancangan, peran alam dan budaya sampai akhirnya peran karya arsitektur itu sendiri dalam perkembangan kesadaran masyarakat di jamannya.
Perancangan arsitektur harus memiliki hubungan fungsi-bentuk-makna yang harmonis. Maka sebuah karya tidak dapat hanya mengedepankan estetika bentuk lalu mengesampingkan segi fungsi atau maknanya. Hubungan 3 unsur ini telah dinyatakan oleh David Smith Capon dalam bukunya The Architectural Theory: The Vitruvian Fallacy (1999). Berpegang pada pengamatanya, Pursal menambahkan hubungan ini menjadi fungsi-konteks; bentuk-struktur; pesan-makna. Maksudnya adalah sebuah fungsi harus di strukturkan agar ia mendapatkan bentuknya, bentuk dengan sendirinya akan menampilkan pesan sehingga ia memiliki makna bagi orang yang melihatnya dan makna itu harus dikontekskan kembali pada fungsi agar makna yang ada sesuai. Begitulah hubungan segitiga fungsi-bentuk-makna yang tidak dapat berjalan linier, melainkan spiral dalam perancangan arsitektur.
Hubungan tersebut mencerminkan pandangan Pursal yang selalu berpegang pada prinsip keseimbangan. Arsitektur sebagai sebuah teks tidak dapat mendominasi penggunanya sebaliknya ia juga tidak boleh seenaknya saja walau tanpa ada intensi ingin mendominasi manusia. Kubu ekstrim antara karya arsitektur yang mendominasi dan seenaknya saja inilah yang harus dihindari oleh perancang.
Maka arsitektur dapat memintarkan lingkungan manusia juga sekaligus dapat membodohkan. Disebut memintarkan bila ia sebagai teks sesuai dengan—seperti kata Heidegger dalam Building, Dwelling, Thinking—apa pun yang telah ada di tempat itu sebelumnya (konteks). Disebut membodohkan bila arsitektur ingin mendominasi atau justru seenaknya sendiri sehingga manusia yang menggunakannya secara tidak sadar hilang identitasnya.
Kerancuan Berpikir
Pursal melakukan eksperimen cara penyampaian dalam bukunya ini. Usaha tersebut dilakukan agar sebuah kritik atau teori dapat mudah dinikmati sebelum akhirnya dipahami. Teknik bertanya dengan kalimat negatif adalah salah satu caranya untuk mengusik kesadaran para pembaca. Pertanyaan ini selalu ia munculkan dalam setiap judul babnya yang berjumlah 9 bagian. Misalnya saja judul bab ketujuh yaitu “Bagaimana Meniadakan Makna Budaya dalam Perancangan Arsitektur?” Judul bab ini seolah akan memberikan cara-cara praktis dalam meniadakan unsur budaya, namun sebenarnya Pursal justru ingin menyatakan akibat tidak adanya unsur makna budaya melalui penjelajahan mendalam peran Makna Budaya.
Pada awal penjelasan Pursal memberikan cerita sederhana tentang topik, selanjutnya ia membawa contoh tersebut pada bidang arsitektur. Sebelum ia menyatakan pandangannya, ia memberikan contoh pemikiran lain yang sudah ada sebelumnya untuk menghantarkan pembaca pada pandangan Pursal. Ia tidak pernah menutup pemikirannya dengan pernyataan tegas, ia justru selalu melemparkan pertanyaan yang lugas. Pertanyaan inilah yang akhirnya mengembalikan sebuah perkara pada perenungan pembaca masing-masing.
Kalimat bercerita Pursal dalam Arsitektur Yang Membodohkan cukup sulit untuk dipahami karena pola tersebut. Mungkin pembaca dapat menangkap pengertian sekilas, namun apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Pursal selalu “terselip” dalam kalimat-kalimatnya. Untuk mengatasi hal itu Pursal menyertakan ilustrasi yang lucu dan mudah dipahami. Mirip karakter Manga. Hampir seperempat buku ini akhirnya diiisi oleh ilustrasi tersebut. Sebuah prinsip keseimbangan yang ia terapkan juga dalam penyajian. Pusaran teoritik yang pejal disandingkan dengan ilustrasi yang sangat mudah dinikmati.
Peta Besar Arsitektur
Membaca Arsitektur Yang Membodohkan dari awal sampai akhir dapat membuat pembaca mengerti peta besar perancangan arsitektur. Namun pembaca tidak dapat mendalami setiap permasalahan secara mendetail karena Pursal hanya memberikan rujukan setiap permasalahan pada pemikiran, buku atau karya orang lain yang sudah ada. Pembaca digiring dengan cepat memahami permasalahan untuk masuk ke dalam pemikiran Pursal itu sendiri.
Rujukan yang diberikan dalam setiap gagasannya tidak hanya berangkat dari bidang arsitektur. Beberapa pemikiran bidang ilmu filsafat, budaya, antropologi dan ilmu lainnya ia sertakan. Inilah yang membuat pemikiran Pursal dalam arsitektur tidak terpisah dari keseluruhan peri kehidupan manusia.
Namun sayangnya, walaupun berangkat dan diperuntukkan secara khusus bagi dunia Arsitektur Indonesia, Pursal tidak memberikan seluruh contoh nyata bangunan-bangunan yang dimaksud. Ia hanya menceritakan hal-hal yang prinsipiil pada setiap kasus. Dalam hal ini pembaca dianggap sudah memiliki referensi tersendiri tentang setiap bangunan yang dimaksud. Dalam bukunya ini terasa bahwa Pursal ingin memprovokasi para arsitek lain untuk tidak latah terhadap gaya yang muncul di Barat dan untuk mulai memunculkan kemudian menuliskan pemikirannya sendiri.
[Andreas Yanuar Wibosono]
Resensi ini dimuat di harian Kompas Minggu, 12 Juni 2011
Arsitektur Yang Membodohkan
Penulis: Pursal
Penerbit: CSS Publishing
Cetakan I, 2010
Tebal 208 halaman
ISBN: 978-979-17433-7-2
Buku Arsitektur yang Membodohkan bisa dibeli (langsung maupun via online) di Kineruku. T/F: (022) 2039615, email: kineruku@gmail.com, twitter: @kineruku
Newer
<b>Deep Cuts Vol. 1</b> 'Hidden Gems' Lima Album Pertama Queen
Older
<b>Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives</b> | Apichatpong Weerasethakul, 2010
Comments (2)
Penasaran dengan bukunya jadi pengen pinjem di kineruku. Bisa kan?
Bukunya ada di koleksi rental Kineruku. Silakan pinjam dengan menjadi anggota terlebih dahulu. Juga tersedia banyak buku-buku arsitektur lainnya. :) https://kineruku.com/library/books-2/architecture/