Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

Bukuku Kakiku: Petualangan Para Pembaca Buku

Bukuku Kakiku: Petualangan Para Pembaca Buku
26/07/2008

 

Bukuku Kakiku
Penulis: Azyumardi Azra, et. al. Editor: St. Sularto, et. al. Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2004 Tebal: 437 hal. + xxxii ISBN: 979-22-0813-5

ITALO CALVINO (1923-85), sastrawan Italia terkemuka, pernah menulis cerpen berjudul “Petualangan Seorang Pembaca”, sebuah cerpen tentang seorang bookaholic (kutu buku). Dikisahkan bookaholic ini sampai rela memanggul-manggul sepedanya, mencari tempat ideal untuk membaca, di tempat tersembunyi, di pantai sunyi, sambil tidur-tiduran. Begitu terpukaunya dia oleh buku, sampai ketika bertemu dengan seorang gadis yang menarik hatinya di pantai itu, dia tetap berusaha agar tak terganggu oleh kedatangannya. Benar saja, meski akhirnya mereka bercinta di pantai itu, matanya tetap tak rela kehilangan baris-baris cerita yang sedang menuju klimaks, tangannya terus berusaha mempertahankan batas halaman yang tengah dibacanya, padahal dia sendiri kerepotan bergumul dengan gadisnya. Kegigihannya membaca, keterpakuannya pada cerita, usaha menikmati dan mencerap bacaan itu pada akhirnya terbayar juga, dia bisa menamatkan novel tebalnya.

Mirip-mirip kisah dalam cerpen itulah isi buku tebal ini—lebih dari 450 halaman—ialah petualangan 22 pembaca-terkemuka terhadap buku-buku dan pengalaman di dunia baca-tulis yang mereka cintai, semacam pengakuan betapa intim dan intensnya mereka dengan buku dan bacaan. Karena merupakan bunga rampai (antologi), ditulis sejumlah orang terkemuka, isinya bisa didekati pembaca dari mana saja, bisa dinikmati secara acak, tanpa harus khawatir akan kehilangan konteks atau rasa masing-masing isinya. Semua penyumbang menghadirkan kecenderungannya sendiri, dan bersungguh-sungguh memberi bukti bahwa membaca bukanlah semata-mata mengeja, melainkan menafsir, mencari makna, mendapatkan hikmah, mencari sesuatu yang tersembunyi di balik teks, berusaha menuju ke dalam belantara wacana dan pemahaman. Mereka berupaya mendapat sesuatu, agar pengalaman baca itu berbekas dalam benak.

Karena itu jangkauan tulisan dalam buku ini bisa dikatakan sangat luas—ialah catatan personal seseorang terhadap dunia buku dan ranah-ranah sekelilingnya, misalnya budaya baca, penerbitan, perpustakaan, membina minat baca, dan lain-lain. Petualangan atas bukunya saja yang berbeda-beda. Zaman saja yang membuat tulisan ini kaya. Sejarah saja yang menciptakan masing-masing penyumbang ini berbeda. Memang, salah satu yang tidak tergantikan adalah pengalaman. Dalam buku ini “pengalaman membaca” mutlak harus dimiliki setiap bookaholic, bahwa “pengalaman membaca” itu pasti berbeda-beda bagi setiap orang, meski bacaannya bisa sama. Meski sama-sama membaca Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, pengalaman dan yang didapat setiap pembaca sangat wajar bila berbeda-beda. Para penyumbang beragam: ada sastrawan dan wartawan (jurnalis), yang memang mempertaruhkan hidupnya dari kemampuan menulis—antara lain ialah Budi Darma, Rosihan Anwar, Remy Sylado; pengusaha (Sudhamek AWS dan Jonathan Parapak); pendeta (Minda Perangin-angin); akademikus (Miriam Budiarjo, Melani Budianta); hakim (Benjamin Mangkoedilaga); ilmuwan (Mochtar Pabottingi); sejarahwan (Taufik Abdullah), peneliti (Yohanes Surya); agamawan/rohaniwan (Sindhunata); dan olahragawan (Syamsul Anwar Harahap). Beberapa diantara mereka adalah para multidisipliner, misalnya Remy Sylado: ia sastrawan, sekaligus penyair, dramawan, pemusik, filolog. Sindhunata juga begitu: dia rohaniwan yang menulis dan bersyair.

Keragaman itu diperkaya oleh etnis dan keyakinan (agama) masing-masing penulis. Penulis ini ada yang Muslim, Katolik, Protestan, mungkin juga sekular; di antara mereka ada pemeluk teguh, tapi ada juga yang tampaknya mengabaikan faktor agama. Ada yang beretnis Cina, Jawa, Minang, Batak, Manado, Makassar, Sunda. Artinya adalah bahwa berbagai perbedaan itu ternyata bukan masalah, melainkan menjadi nuansa keragaman keindahan, dan semua itu bisa disatu-padukan dengan harmonis dalam buku. Tak ada prasangka antaretnis.

Jika ada yang mau merenungkan dan menyadari betapa perbedaan bisa menyatu dalam ranah tertentu, yang juga konkret, tentu menyedihkan menyaksikan dalam dunia nyata kadang-kadang idealitas itu bisa hancur dilahap amarah, iri hati, atau kebencian massa yang kabur dan gagal dikompromikan. Para kontributor ingin menegaskan bahwa itu semua bisa terjadi karena buku. Dibaca dari manapun buku ini bagaimanapun tetap mempesona, apalagi pengalaman itu ditulis sangat dalam dan luas. Seperti petualangan baca Mochtar Pabottingi—ia menulis pengalamannya dengan buku sebanyak 78 halaman, terpanjang di antara pemaparan semua orang. Remy Sylado karena kembelingannya berkali-kali menggunakan diksi tak lazim—barangkali dia sedikit memaksa agar pembaca mau membuka kamus Indonesia. Bahkan Jakoeb Oetama dan Fuad Hassan berbeda sedikit saja cara menulisnya daripada para penyumbang, sedangkan penekanannya sama. Dibaca acak meloncat-loncat per bab pun buku ini tak apa-apa. Selain memang dirancang berdiri sendiri-diri, pada dasarnya pengalaman mereka dengan buku, beserta petualangan menakjubkan itu, begitu beragam dan kadang-kadang tak terduga sama sekali. Bunga rampai ini bisa jadi bisa memberi inspirasi pada banyak khalayak bahwa buku bisa menjangkau seluruh kalangan, bahwa pada titik tertentu—sebelum menjadi sosok terkemuka, dengan segala kelebihan dan kekurangannya—mereka juga pembaca biasa, yang awalnya bisa sama-sama terpukau oleh petualangan karya Dr. Karl May atau Asmaraman Khoo Ping Ho. [Anwar Holid]

Comments (0)

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Subscribe