Kerap kali saya kebingungan ketika dilempari pertanyaan: “novel ini tentang apa?” Sebuah novel bukanlah makhluk primitif dan sederhana. Berbeda dengan cerita pendek, novel memiliki lapisan-lapisan; ia memiliki anatominya sendiri, yang tak pernah terdiri hanya dari satu hal atau kejadian semata. Demikian pula halnya dengan novel ini. Mungkin, jika dipaksa, saya lantas akan menjawab bahwa novel ini bercerita tentang aksi bunuh diri massal lima orang gadis bersaudara dari keluarga Lisbon. Namun lebih dari kejadian dramatis tersebut, novel ini menguak masalah kehidupan seperti halnya ia menceritakan kematian; ia berkisah tentang cinta, obsesi, cita-cita, kehilangan, ketidakpastian hidup (kepastian akan kematian), dan terutama tentang masa paling rapuh dan labil dalam kehidupan manusia, yakni masa remaja. Bahkan, hingga akhir buku pun pembaca tidak diberi tahu kenapa gadis-gadis ini melakukan aksi gila mereka. Mungkin karena kisah ini tidak diceritakan melalui pandangan gadis-gadis tersebut, melainkan oleh orang-orang di lingkungan mereka (bocah tetangga sebelah, teman sekolah, pastur gereja, juga guru dari sekolah). Kumpulan testimoni ini memberikan gambaran yang lengkap (walaupun tak pernah menyeluruh) tentang gadis-gadis itu. Kumpulan kisah tersebut layaknya mozaik yang disusun sekeping demi sekeping hanya untuk menyadari bahwa gambar yang dihasilkan bukanlah gambar yang diharapkan selama ini. Buku ini dimulai dari tamat: saat Mary, yang terakhir mati sedang diangkat menuju mobil ambulans. Lalu cerita berubah flashback menuju awal cerita, di mana gadis termuda keluarga Lisbon menghabisi dirinya sendiri. Setelah Virgin Suicide, Eugenides lanjut menulis buku epik keduanya: Middlesex, yang memenangkan penghargaan Pulitzer. [Indra Permadi]
Rumah Buku/Kineruku juga mengoleksi buku Middlesex dan DVD Virgin Suicides (Sofia Coppola, 1999)
Comments (2)
umh…. aku udah pernah baca novel ini… serius ceritanya tuh seru, tapi itu menurut aku. aku gak bisa ngebayangin kalo aku yang jadi gadis itu… kayaknya mereka kesepian deh. ini novel paling bagus yang pernah aku baca. serius acung jempol buat EUGENIDES.
Sebuah novel yang dengan cukup apik menggambarkan tentang generation gap yang terjadi. Sebuah intisari mengenai bagaimana konsep hidup haruslah berpacu dengan waktu kalau tidak akan mematikan serta meninggalkan diri dalam kesepian di tengahnya bergulirnya perubahan zaman. Novel ini membangkitkan rasa simpatik saya terhadap anak-anak Lisbon dan membuat saya semakin yakin bahwa pengekangan walaupun didasari oleh maksud baik tak selamanya dapat diartikan demikian oleh ‘yang terkekang’. Karena untuk memahami seseorang, kau harus dapat menjalani hidup dengan caranya dahulu.