Beginilah cara album ini membangkitkan indra dan imajinasiku: Setelah mengopi album ini dari Guntur, di tengah malam aku dengar intro piano dari lagu pertama yang sangat hening, lembut, bertempo lambat, emosional, sampai perhatianku tersita seluruhnya untuk menyimak semua lagu di dalamnya. Di lagu berjudul “To Build A Home” itu sang vokalis melantunkan lirik ini:
There is a house built out of stone
Wooden floors, walls and window sills
Tables and chairs worn by all of the dust
This is a place where I don’t feel alone
This is a place where I feel at home
And I built a home
For you
For me
Until it disappeared
From me
From you
And now, it’s time to leave and turn to dust
Seminggu kemudian aku mendapati diriku sudah sulit melepaskan album Ma Fleur karya The Cinematic Orchestra ini dan terus-menerus menyertakannya dalam playlist di urutan pertama. Ini album gila, aku bilang pada diri sendiri; sempurna, tanpa cacat sama sekali. Aku membagi kesenangan penemuan ini pada Budi Warsito. Terlambat, ternyata dia sudah dari dulu membeli CD album ini dan menyimpannya agar bisa dipinjam anggota Rumah Buku/Kineruku. Menurut dia, lagu “To Build a Home” terdengar seperti menyadari ada sesuatu yang perlahan-lahan runtuh, sekeras apapun usaha kita mempertahankannya. Karenanya lagu itu sedih sekaligus indah.
Sleeve album ini dilengkapi koleksi fotografi karya Maya Hayuk berupa studi terhadap ruang dan suasana tanpa manusia. Foto itu secara konsep disesuaikan dengan setiap lagu, meski penafsirannya bisa jadi terlalu imajinatif. Foto-foto itu sangat bagus sebagaimana sudah tampak dari covernya. Rumah Buku/Kineruku mengoleksi satu lagi albumnya, yaitu Remixes 1998-2000 (2000). Segera aku merasa harus tahu tentang The Cinematic Orchestra.
Ensembel musik ini didirikan dan dipimpin oleh Jason Swinscoe pada akhir dekade 1990-an. Jason seorang komposer, sekaligus DJ dan multi instrumentalis. Ini membuat musik The Cinematic Orchestra merupakan paduan antara musik elektronika dan jazz, menghasilkan kategori yang masuk ke dalam genre downtempo & pop, namun penuh improvisasi. Grup ini juga secara konsisten menghasilkan nomor instrumental, dan karena itu wajar bila mereka juga banyak terlibat dalam proyek soundtrack untuk beberapa film, baik nyata maupun imajiner. Yang paling terkenal adalah ketika mereka menggarap ulang iringan musik untuk film dokumenter bisu legendaris tahun 1929 karya Dziga Vertov, Man with a Movie Camera.
Dari namanya, terbayang betapa musik band ini pasti sinematik, mengawang-awang, imajinatif, bernuansa membius. Kadar pop yang hadir dalam Ma Fleur masih belum bisa meredam pengaruh jazz yang terdengar terlalu kuat, apalagi di nomor-nomor instrumental. Untuk mendukung konsepnya, Jason mendapat sokongan dari musisi yang kini terdiri dari PC (Patrick Carpenter) di turntables, Luke Flowers (drums), Tom Chant (Saxophone), Nick Ramm (piano), Stuart McCallum (guitar), dan Phil France (double bass). Di album-album awal, grup ini pernah didukung oleh Jamie Coleman (trumpet), T. Daniel Howard (drums), Federico Ughi (drums), juga Alex James (piano). Di luar itu, The Cinematic Orchestra juga sangat terasa memasukkan unsur string dan orkestra. Tampaknya Ma Fleur (artinya “Bungaku” dalam bahasa Prancis) merupakan album konsep tentang kasih sayang, terutama di keluarga dan rumah. Di situ ada cerita tentang kehidupan, anak-anak, cinta, debu, mimpi, juga rasa sakit, namun akrab dan menyatu. Di lagu “That Home”, ini dikuatkan lagi dalam kalimat:
This is a place where I don’t feel alone
This is a place that I call my home…
Album ini sangat kontemplatif. Nuansanya ngelangut (dreamy), apalagi semua lagu berliriknya bertempo lambat. Dari track ke track kita seperti berada dalam sepenggal suasana pagi cerah yang optimistik. Perasaan ini makin kuat karena semua track-nya diselang-selingi oleh nomor instrumentalia, sementara lirik puitis dan hemat kata memberi ruang luas untuk diisi dengan musik dan bebunyian imajinatif. Nomor instrumentalia yang hebat dari album ini ialah “Child Song” dan “As The Stars Fall.” Album ini segera mengingatkan aku pada The Dark Side of the Moon dari Pink Floyd, meski karakter aliran dan nuansanya tentu sangat lain. The Dark Side of the Moon sangat depresif dan menyatakan kemarahan yang jelas, sementara Ma Fleur lebih optimistik dan tenang.
Dalam Ma Fleur The Cinematic Orchestra menghadirkan vokalis tamu Patrick Watson, Lou Rhodes, dan Fontella Bass untuk menyanyikan lagu berlirik. Watson ialah penyanyi asal Kanada, sementara Rhodes dahulu terkenal sebagai vokalis grup Lamb, dan Bass merupakan penyanyi tua (pernah melahirkan hits R&B terkenal “Rescue Me” di tahun 1965) yang comeback dengan sempurna setelah jadi pilihan utama Swincoe sejak album Every Day (2002).
Demi kesempurnaan, dengarkanlah album ini utuh dari awal sampai akhir, meski orang—atau untuk keperluan radio dan video—pasti jatuh cinta pada lagu pertamanya, yaitu “To Build A Home” yang liriknya ada di awal review ini. Perhatikan betapa mereka memilih ‘home‘ yang mengacu pada keluarga, menghadirkan rasa aman, dan nonfisikal, daripada ‘house‘ yang fisikal.
Segera setelah pengalaman mendengarkan album Ma Fleur, secara bertahap aku mulai mendengar seluruh album studio mereka.
[Anwar Holid]
[Video]
http://www.youtube.com/watch?v=oUFJJNQGwhk
Ma Fleur
The Cinematic Orchestra
(Ninja Tune, 2007)
Downtempo, Pop, Jazz, Electronica
11 track, 54 menit 17 detik
Selain Ma Fleur, Kineruku juga mengoleksi album The Cinematic Orchestra lainnya, yaitu Remixes 1998-2000.
Newer
/reportase:/ Dua Kunang-kunang yang Hinggap di Beranda
Older
Telah Terbit! <b>Keep Your Hand Moving</b> (Anwar Holid, 2010)
Comments (2)
(komentarnya lebih singkat daripada harus ngisi kolom-kolom kotak di atasnya!)
gambarnya bagus banget! cerah dan hidup. thanks!
emang keren banget lagu ini, perih perih gimana gitu