“Mohon pengertiannya supaya teman-teman nggak mematok kami pada jenis musik atau era tertentu,” kata Sari. “Album ini bukan cuma satu warna, melainkan banyak warna. Seperti kalau kita bervakansi ke kota-kota, nggak ada dua kota yang sama persis. Akhirnya kami jadikan saja judulnya Album Vakansi.”
* * *
Minggu sore (7/11), di tengah musim hujan tak berkesudahan, pasangan muda-mudi bersepatu putih datang ke Rumah Buku/Kineruku. Mereka adalah White Shoes & The Couples Company. Sebentar lagi kelompok musik dari Jakarta ini akan memainkan lagu-lagu terbarunya bagi puluhan penikmat musik yang telah menanti di taman. Namun mereka ingin memperkenalkan Album Vakansi kepada pers terlebih dahulu. Maka bersama teman-teman wartawan Bandung, di antara rak-rak buku, minuman hangat, serta penganan dari Pasar Sederhana, White Shoes & The Couples Company duduk dan membentuk lingkaran.
“Setelah dua tahun akhirnya kami merilis album juga,” manajer Indra Ameng membuka obrolan. “Album Vakansi rilis lewat kerjasama dengan demajors dan purapura records. Ini album penuh kedua White Shoes & The Couples Company. Penggarapannya lama karena dalam membuat album perlu waktu khusus, tenaga khusus, modal khusus, dan dana khusus. Kami harus berhadapan dengan berbagai hambatan di proses produksinya.”
“Sebetulnya sejak merilis EP Skenario Masa Muda (2008), kami sudah memikirkan mau seperti apa di album kedua,” ujar Aprilia ‘Sari’ Apsari (vokal). “Album Vakansi berbeda dengan White Shoes & The Couples Company (2005). Ada banyak jenis musik di dalamnya.” Menurut penuturan Sari kepada harian The Jakarta Post, “Album ini terinspirasi dari banyak sumber: musik dari tahun ’50-an, jazz, pop, musik etnik, funk, bahkan musik tradisional Papua.”
“Salah satu yang bikin album ini lama keluarnya adalah proses kreatif kami yang berbeda,” timpal Yusmario ‘Rio’ Farabi (gitar akustik). “Sekarang lebih spontan dan menyenangkan. Kami main gitar dan bernyanyi ramai-ramai. Di album ini, kami mulai mengerti teknik rekaman. Banyak memasukkan instrumen baru.”
Di Album Vakansi, sekstet ini melakukan eksplorasi bebunyian dari berbagai instrumen musik seperti string (cello, viola, violin), brass (trombon, trompet), perkusi (timpani, marimba), sebagaimana bunyi synthesizer dari microkorg, piano elektrik Elepian, dan masih banyak lagi. Meskipun memakan waktu, proses kreatif ini terbukti efisien karena menghasilkan komposisi-komposisi apik yang tetap enak meskipun didengarkan berkali-kali.
Saleh ‘Ale’ Husein (gitar elektrik) lalu menceritakan kolaborasi mereka dengan berbagai musisi, “Vokalis Sore, Ade Surya Paloh…” “Firza Paloh!” ralat teman-temannya. “Ade Firza Paloh menulis lagu “Ye Good Ol’ Days” buat kami.” Selain itu, Narpati Awangga alias oomleo menyumbang lagu ciptaannya, “Kisah dari Selatan Jakarta”. “David Tarigan ikut menulis lirik “Matahari”,” tambah Ricky Surya Virgana (bass, cello). “David itu influential. Sejak awal, dia banyak memberi kami referensi.”
Ricky dkk. juga berkolaborasi dengan Fariz RM, membawakan kembali “Selangkah ke Seberang”. Gitaris jazz kawakan Oele Pattiselanno dan Riza Arshad dari Simak Dialog turut membantu di lagu “Vakansi”. “Awal pertemuan dengan Oom Fariz adalah ketika beliau mengundang White Shoes & The Couples Company tampil bersama pada konsernya di Rolling Stone Indonesia,” ungkap Sari dalam siaran pers. Mereka pertama kali bertemu Oele Pattiselanno di Java Jazz 2006. Ketiganya lantas tampil sepanggung di perhelatan Djakarta Artmosphere 2009, membawakan sejumlah lagu termasuk hit “Barcelona”.
“Kami banyak belajar dari kolaborasi itu,” ujar Aprimela ‘Mela’ Prawidyanti (keyboard, piano, viola). Kolaborasi dengan banyak musisi inilah yang bisa dikatakan sebagai salah satu keistimewaan Album Vakansi dibandingkan album terdahulu. “Perbedaan lainnya adalah kami melakukan sesi rekaman live,” ujar John Navid (drum, perkusi). “Dalam lagu “Vakansi”, berhubung ada Oom Oele, kami berpikiran, ‘Daripada take satu-satu kenapa nggak coba take secara live sekalian?’,” jelas Ale. Mereka pun menyerahkan lagu pada Oele, “Oom, tolong bantu aransemennya dong!”
Ada banyak peristiwa yang terjadi sejak White Shoes & The Couples Company berdiri delapan tahun silam. Dari band kampus yang menumpang berlatih di kelas jurusan musik menjadi band yang memainkan musiknya di berbagai belahan dunia. Menurut Mela, Album Vakansi memuat perjalanan mereka dari dulu sampai sekarang. Mulai dari remaja (“Masa Remadja”), kuliah di Institut Kesenian Jakarta (“Kampus Kemarau”), tur ke Amerika (“Hacienda”), hingga apa yang bisa jadi tujuan mereka (“Selangkah ke Seberang”). “Pokoknya susah, sedih, senang, semua ada di album ini,” ujarnya. “Album ini adalah bentuk dokumentasi diri buat anak dan cucu kami nanti,” tambah Rio disambut senyum yang lain.
Showtime!
Syukurlah, hujan reda sekitar pukul setengah lima. Orang-orang segera memilih posisi paling nyaman: berdiri di sisi taman atau duduk lesehan di terpal cokelat. Beranda Rumah Buku/Kineruku berubah menjadi panggung lengkap dengan berbagai instrumen musik dan deretan mikrofon. Gambar kereta api sebagai backdrop memunculkan suasana mudik dan ingatan akan gurihnya wingko babat. Di kanan-kiri panggung dipajang foto-foto dokumentasi tangkapan Julia Sarisetiati, Keke Tumbuan, Muhammad Asranur, dan Tandun. Sementara di sudut, televisi terus-menerus memutar video perjalanan karya Anggun Priambodo.
Budi Warsito sebagai tuan rumah membuka acara dengan menyarankan para pengunjung agar lekas membeli CD Album Vakansi. “CD ini cuma bisa dibeli sebelum dan sesudah pentas. Kalau nanti di tengah-tengah show tiba-tiba kalian suka lagunya dan pengen banget beli, harus nunggu sampai show selesai dulu,” ujarnya menciptakan sendiri kesan terbatas. Khusus di acara ini, Rumah Buku/Kineruku menyediakan “Menu Vakansi” yang isinya bekal-bekal khas piknik: nasi kuning, nasi uduk, tempe mendoan, bahkan es krim! “Es krim ini memang menu gagal, tapi tolong tetap dibeli ya. Repot sekali bikinnya tadi malam,” gurau Budi.
Videoklip “Vakansi” karya Faesal Rizal ditayangkan setelah Ameng menyapa pengunjung dan berterima kasih pada Rumah Buku/Kineruku yang diakuinya sebagai “tempat favorit kami di Bandung.” Video ini menangkap sesi rekaman live White Shoes & The Couples Company bersama Oele Pattiselanno. Seperti yang digambarkan Rio, suasananya spontan dan menyenangkan. Di studio yang terang tampak Oele memberi aba-aba, Sari menari-nari, dan Riza Arshad tersenyum di belakang meja mixer. Pemandangan ini sesuai dengan semangat bersantai dalam lagu “Vakansi”.
Saat yang ditunggu-tunggu pengunjung pun tiba ketika White Shoes & The Couples Company naik ke panggung. Mereka langsung menggebrak dengan “Senja Menggila”. Kocokan gitar funk, bass motown, dentum drum, dan vokal yang bersahutan mengajak pendengar berdansa merayakan kepenatan senja tanpa harus menjadi sinis. Goyangkan tubuhmu untuk matahari yang mulai turun, lupakan antrian statis mobil, suara klakson, udara terpolusi, dan perutmu yang keroncongan, mungkin demikian pesan lagu ini.
Sekstet ini lalu membawakan “Masa Remadja” yang ceria, nakal, dan sama enak dipakai berjogednya. Ketika menyaksikan penampilan live mereka, rasanya sulit untuk melepaskan pandangan dari sosok Sari. Sang vokalis bernyanyi sambil tangannya bergerak-gerak liar. Gerakannya penuh improvisasi, tidak sensual, dan sesekali canggung. Namun karena dilakukan dengan penuh keyakinan, kelihatannya justru keren. Seperti pada penghujung “Ye Good Ol’ Days”, saat dengan ladylike ia menyesap secangkir teh hangat di atas panggung. Lagu tersebut adalah lagu sedih berkedok ceria. Iramanya seperti ayunan: melayang bolak-balik ke depan dan ke belakang, merayu sekaligus merelakan. Berbeda dengan lagu yang dimainkan selanjutnya. “Rented Room” berlirik terus terang, terdengar feminin meskipun tanpa polesan make-up: “I can’t stand the way you look at me, darling/ All I want is a little pleasant room to stay/ So I can sleep tight, so I can sleep tight tonight/ Dream of you and I… across the sea.”
Oomleo menjadi bintang tamu pada lagu “Kisah dari Selatan Jakarta” dan “Vakansi”. Ia bermain gitar dan ikut bernyanyi. Kedatangan sahabatnya, White Shoes & The Couples Company tampil lebih rileks. Menyimak mereka membawakan “Kisah dari Selatan Jakarta” ibaratnya membaca novel misteri: ada perasaan kelam, kadang-kadang mencekam. Setumpuk tanda tanya bertebaran di lagu bersuasana jazz ’50-an ini. Sari berupaya memancing oomleo bercerita, “Oomle, lagu ini inspirasinya apa sih?” “Nggak ada inspirasi,” sahut oomleo datar. “Komedi?” timpal Mela. “Iya komedi,” jawab oomleo secara meragukan. Sari pun menyerah, “Ah, oomleo memang susah menunjukkan sisi sensitifnya!”
Setelah membuai penonton dengan “Vakansi”, White Shoes & The Couples Company kembali lincah saat memainkan “Selangkah Ke Seberang” yang didominasi suara synthesizer khas Fariz RM. “Lagu ini pernah dipopulerkan Iis Sugianto,” kata Sari. “Menurut saya sudah jarang orang membuat lagu seperti ini. Isinya sarat keoptimisan dan mampu membakar gairah pemuda untuk maju. Paling tidak membakar semangat saya ketika mendengarnya. Saya rasa tak mustahil juga bila orang lain merasakan hal sama.”
Mungkin bukan kebetulan jika bulan-bulan ini banyak pengunjung yang jatuh hati pada kehangatan “Matahari”. Lirik berbahasa Inggris membaur dengan irama khas Indonesia timur dan pelafalan Sari yang tegas di huruf R: “We’Re going back to JayapuRa/ No moRe pRetend/ No puRa-puRa…” Sari sengaja menguatkan aksen Indonesianya, layaknya Miriam Makeba yang anggun menyanyikan lirik-lirik berbahasa Inggris dengan lidah Afrikanya. Lirik “Matahari” adalah fantasi dan kekaguman David Tarigan atas kehidupan Indonesia timur: dari Black Singers, Soroako, hingga Eka Jaya do the Mambo.
“Hari sudah gelap. Ini lagu terakhir kami sebelum diprotes warga sekitar,” ujar Sari jelang melantunkan “Aksi Kucing”. Lagu lama Oey Yok Siang yang ada di EP Skenario Masa Muda ini telah akrab di telinga pengunjung. “Lagi! Lagi!” teriak pengunjung setelah lagu selesai. Sari pun tersenyum penuh arti, lalu mengajak teman-temannya memainkan “Crosstown Traffic”-nya Jimi Hendrix. Lagu yang jarang mereka bawakan secara live ini merupakan kontribusi White Shoes & The Couples Company di kompilasi PEACE untuk Amnesty International.
Akhirnya pertunjukan selesai dan pengunjung bertepuk tangan keras untuk terakhir kalinya. Di dalam perpustakaan Rumah Buku/Kineruku, White Shoes & The Couples Company mengadakan sesi meet & greet. Para penggemar segera menyerbu, meminta tanda tangan di atas kaus, poster, sampul CD, dan tentunya foto bersama.
va.kan.si n libur; liburan;
ber.va.kan.si v berlibur; pergi menghabiskan waktu libur
Seringkali Minggu sore tidak terasa seperti hari libur karena besoknya hari Senin. Namun pertunjukan White Shoes & The Couples Company kali ini seperti mengingatkan lagi bahwa hari Minggu memang hari libur.
[Andika Budiman]
* * *
Setlist:
Senja Menggila / Masa Remadja / Ye Good Ol’ Days / Rented Room / Kisah dari Selatan Jakarta (feat. oomleo) / Vakansi (feat. oomleo) / Selangkah Ke Seberang (Fariz RM cover) / Matahari / Aksi Kucing / Crosstown Traffic (Jimi Hendrix cover)
Vakansi paling berkesan bagi White Shoes & The Couples Company:
John: “Ke Jepang. Buat saya itu seperti naik haji. Ke Jogja juga berkesan karena di sana kami naik becak terus.”
Rio: “Kami pernah ke Bali naik bus, rasanya seperti nggak sampai-sampai. Setiap ditanya jawaban sopirnya selalu, ‘Sebentar lagi!‘ atau ‘Dua jam lagi!’ Busnya sering berhenti, tapi kami santai. Waktu menyeberangi laut, di kapal kami sibuk foto-foto. Sifat-sifat kami jadi semakin kelihatan.”
Ricky: “Main di festival Melody of Life di Thailand. Makanannya aneh-aneh, tapi penjualnya cantik! Bangkok mirip dengan Jakarta: spontan. Kami sempat Thai Boxing segala. John makan serangga goreng, ‘Itu jangkrik atau kecoa?'”
Ale: “Bagi saya bermusik dengan band ini seperti vakansi, jadi semuanya berkesan. Misalnya waktu pergantian tahun 2007 ke 2008 kami main di Bintan, sound-nya hancur…”
Sari: “Karena badai!”
Ale: “Betul, tapi saya suka pantainya. Rupanya saya lebih senang ke pantai daripada ke gunung.”
Mela: “Kalau saya waktu kami tampil di CMJ Music Marathon di New York. Siapa yang nggak mau ke sana? Kota itu impian semua orang. Kami ke sana setelah main di South by Southwest (SXSW). Di New York seru karena kami harus cermat menghitung uang, tidur di hostel, sekamar dengan bapak-bapak yang entah siapa…”
Ricky: “But we lived in the heart of Manhattan!”
Sari: “Saya nggak jauh-jauh dari Mela. Mungkin karena kami gadis tropis sejati…”
Mela: “Saya nggak!”
Sari: “…kena dingin sedikit langsung flu! Ingat nggak kita sempat bikin repot cowok-cowok? Tapi itulah yang membuat perjalanannya jadi penuh kenangan. Di Los Angeles kami tinggal di rumah Kak Ida.”
Rio: “Di sana seperti menginap di rumah saudara, ‘Silakan ya kalau mau bikin Indomie.’ Indomie!”
Sari: “Padahal sebelumnya yang kenal Kak Ida cuma Mela. Itu pun dari temannya. Tapi Kak Ida menjemput kami, masak buat kami.”
Ameng: “Bahkan ikut mengantar ke radio-radio untuk wawancara.”
Sari: “Waktu kami mau memberi makanan, Kak Ida menolak, ‘Jangan itu buat kalian!’ Katanya, ‘Kalau kalian jadi kami, pasti kalian juga akan berbuat sama.’ Itu berkesan sekali.”
* * *
Foto-foto oleh Allex Aromatica dan tim dokumenter Kineruku:
Newer
Diskusi dan Peluncuran Buku <b>Arsitektur yang Membodohkan</b>
Older
<b>White Shoes & The Couples Company</b> Memperkenalkan Album <b>Vakansi</b>
Comment (1)
Pingbacks
- Author
[…] kami bikin secret gig-nya untuk anggota perpustakaan. Risky Summerbee & the Honeythief (2009), White Shoes and the Couples Company (2010), dan Zeke Khaseli (2011) juga pernah menjajal teras belakang kami. Sedikit banyak itu bikin […]