Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

Just Arrived! June – July 2011.

Just Arrived! June – July 2011.
25/07/2011

BOOKS.


Things, A Story Of The Sixties with A Man Asleep
(George Perec, 2011)

Buku wajib wajib bagi siapa pun yang tertarik pada evolusi sang ahli sastra modern. Ada dua cerita dalam buku ini. Pertama, dalam Things, A Story Of The Sixties, Perec bercerita tentang pasangan muda yang ingin menikmati hidupnya, namun satu-satunya jalan yang mereka tahu untuk dapat mencapainya adalah dengan memiliki sesuatu (things). Kedua, dalam A Man Sleep, seorang pelajar muda memulai pencarian apatis yang meletihkan dan menggelisahkan, diikuti pengalaman menyangkal eksistensinya tanpa pemakluman yang logis. Things, A story Of The Sixties adalah novel Perec pertama (1978) yang memenangi penghargaan The Prix Renaudot dan menjadi semacam buku sekte bagi generasinya. Berbagai macam gaya menulis ia tuangkan dalam novel ini, mulai dari acrostic, anagram, autobiography, criticism, crosswords, description of dreams, film scripts, heterograms, lipograms, memories, palindromes, plays, poetry, radio plays, recipes, riddles, cerita pendek dan panjang, catatan perjalanan, univocalics, dan tentu saja, novel.


Merupa Buku
(Koskow, 2009)

Sampul sebuah buku tak hanya berperan sebagai cerminan konten yang diselimutinya, tapi juga realitas sosial-budaya yang mengepungnya. Buku ini bercerita tentang seluk beluk munculnya sampul buku-buku di Indonesia. Dari sudut pandang sastra realis, sampul-sampul buku tersebut berpijak dari realitas sebagai referensi penciptaan dan pemaknaan. Maka tak salah bila muncul sebuah ungkapan bahwa wajah buku adalah wajah intelektual kita. Buku ini termasuk buku langka di Indonesia. Di saat yang lain menggali konten ‘layak jual’ dengan tema-tema politik, isu-isu postmodern, motivasi dan potensi manusia, seni, atau berjilid-jilid buku How to untuk mengoperasikan suatu perangkat lunak, buku ini malah membicarakan konteks (dalam hal ini adalah sampul buku) sebagai konten utamanya.


A9ama Saya adalah Jurnalisme
( Andreas Harsono, 2010)

Ketika sifat dari jurnalisme berubah, maka perubahan itu mengindikasikan perubahan masanya yang lebih luas lagi. Buku ini merupakan antologi yang mengumpulkan bermacam diskusi soal jurnalisme sejak jatuhnya Soeharto di tahun 1998. Pada saat ini, batas jurnalisme tumpang tindih dengan propaganda, hiburan, iklan, dan seni. Bias para wartawan, entah dengan negara, kebangsaan, agama maupun etnik, jadi biasa. Berangkat dari sejak Indonesia mengganti Hindia Belanda, media makin terpusat ke Jawa. Rezim Soekarno menutup semua media yang dianggap berpihak Belanda, dan nama baru pun diciptakan: pers perjuangan. Sementara Soeharto memilih istilahnya sendiri: pers pembangunan. Wujudnya berupa konglomerat media.


The Double
(José Saramago, 2004)

Kengerian datang karena dunia nyata dan dunia sinema membias. Lalu kenyataan mana yang asli? Buku ini bercerita tentang seorang guru sejarah yang meminjam film berdasarkan rekomendasi temannya. Sebenarnya ia bukan penggemar berat film. Ia tertidur saat menonton film dan tersadar karena banyak hal yang mengganggu di bawah sadarnya. Dia lalu menyaksikan film itu kembali dan menemukan sesuatu yang menyeramkan. Aktor yang berperan dalam film itu kembar dengan dirinya, identik dalam setiap hal kecuali pada kumis, yang tak pernah lagi ia tumbuhkan selama 5 tahun. Siapa yang sebenarnya asli di antara keduanya? Sang penonton atau aktor? Novel baru Saramago ini mengeksplorasi kodrat dari individualitas, menguji ketakutan dan ketidakamanan yang muncul pada kesendirian kita ketika berada dalam ancaman, ketika bahkan seorang istri tak dapat mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Mengingatkan pada karya Kafka dan Gogol, rasa mencekam di buku ini ditakdirkan menjadi karya klasik dari abad 21.


Clean New World
(Maud Lavin, 2001)

Desain grafis dapat menjadi salah satu lubang kunci untuk mengintip ruang kebudayaan manusia. Buku ini adalah ulasan kritis tentang hubungan desain grafis dengan budaya. Dimulai sejak berkembangnya zaman modern, setelah perang dunia kedua hingga hari ini, juga lebih jauh lagi pada masa maraknya penggunaan internet. Lavin menyatakan bahwa budaya kita didominasi oleh visual dan dipertegas oleh desain. Dari konteks kritisisme budaya visual yang lebih luas, ia memunculkan pertanyaan menantang tentang siapa yang sebenarnya memiliki andil besar dalam budaya tersebut, dan pengaruh tersirat apa yang dapat dilihat pada produk-produk para desainer. Dari pertanyaannya ia menunjukkan bagaimana desain dapat memasuki persoalan besar tentang kekuasaan, demokrasi dan komunikasi. Buku ini dapat memperlihatkan bagaimana desain dapat menjadi komponen krusial dari semua sejarah budaya abad 20.

.

FILMS.


Roman Polanski: Wanted And Desired

(Marina Zenovich, 2008, 99 menit, DVD, English)

1977 dan 1978 adalah dua tahun neraka bagi sutradara Roman Polanski. Ia didakwa bersalah melakukan pelecehan seksual terhadap anak perempuan berumur 13 tahun bernama Samantha Geimer, saat sedang menginap di rumah Jack Nicholson. Banyak orang menganggap perkara kontroversial yang menimpa Polanski tersebut terlalu didramatisir oleh pihak pemerintah AS. Setelah membayar uang tebusan sebesar 2500 USD, pada tahun 1978 Polanski pergi meninggalkan Amerika Serikat menuju Eropa. Sejak saat itulah sebuah ancaman menghantuinya: kapan pun ia menginjakkan kakinya di Amerika Serikat, ia akan masuk bui. Melalui film dokumenter ini, Marina Zenovich menapaki kembali kasus Polanski lewat wawancara-wawancara ekstensif dengan Samantha Geimer, pengacara Douglas Dalton, dan jaksa-jaksa pemerintah AS. Agaknya, Marina mempertanyakan keadilan hukum AS dan terutama integritas hakim Laurence J. Rittenband—yang diduga memiliki hasrat pribadi untuk menjatuhkan Polanski.


Mister Lonely

(Harmony Korine, 2008, 112 menit, English)

Bayangkan peniru Michael Jackson (Diego Luna) jatuh cinta pada peniru Marilyn Monroe (Samantha Morton) ketika mereka mengadakan pertunjukan di sebuah rumah jompo. Pasangan ini lalu berlibur ke sebuah istana pinggir pantai yang terletak di dataran tinggi Skotlandia, yang dipenuhi oleh peniru-peniru selebritis dari seluruh dunia. Benar-benar kisah yang aneh. Tapi hanya di film ini kita bisa menyaksikan Abraham Lincoln, Three Stooges, Madonna, Charlie Chaplin, serta tentunya Jacko dan Marilyn, akting bersama.


What Time Is It There
?
(Ni na bian ji dian, Tsai Ming-Liang, 2001, 116 menit, DVD, Mandarin with English Subtitle)

Film drama berbumbu komedi ini berkisah tentang hasrat manusia dalam menjalin hubungan dengan sesamanya melalui penggambaran tiga orang tokoh utama. Hsiao-Kang, seorang penjual arloji kaki lima yang baru saja ditinggal mati ayahnya, jatuh cinta pada Shing-Chyi, perempuan muda cantik jelita yang tengah menyiapkan keberangkatannya ke Paris. Setelah pertemuan itu, Hsiao-Kang pun mengubah jam-jam di (hampir seluruh) Taipei, mencocokkannya dengan jam di Paris, hanya karena ingin merasa dekat dengan Shing-Chyi. Sedangkan Lu, ibu Hsiao-Kang yang baru saja menjadi janda, terobsesi bertemu hantu sang suami. Film ini adalah meditasi dan renungan Tsai Ming-Liang atas kesendirian. Ia juga menunjukkan bahwa waktu adalah salah satu elemen terpenting dalam dunia sinema.


Dont Look Back
(D. A. Pennebaker, 1967, 96 menit, DVD, English)

Dalam film dokumenter yang kerap dilabeli ‘klasik’ ini, D. A. Pennebaker dengan gamblang memotret transformasi Bob Dylan sebagai musisi folk slengean menjadi seorang legenda rock. Dengan menggunakan metode vérité (genre film yang kental unsur realisme dan naturalismenya), Pennebaker menggambarkan momen-momen bersejarah dalam hidup Dylan dengan mengikutinya selama tur Dylan di Inggris pada tahun 1965. Seperti layaknya mengikuti tur sebuah sirkus, Pennabaker mendapat ‘kehormatan’ merekam celetukan dan umpatan Dylan, hubungannya dengan Joan Baez, dan sekilas penampilan Donovan—yang disebut-sebut sebagai Dylan-nya Inggris. Fakta bahwa dekade ’60-an adalah era yang melahirkan seorang Bob Dylan membuat film hitam putih ini menjadi ekstra menarik dan penting. Dan ketika media-media melabelinya sebagai seorang ‘anarkis’, dengan enteng Bob Dylan menimpali, “Give the anarchist a cigarette.” Ya, Bob Dylan tahu betul apa yang ia yakini, dan Pennebaker membuat sejarah dengan merekamnya.


Uncle Boonmee Who Can Recall His Past Lives

(Apichatpong Weerasethakul, 2010, 114 menit, Thai with English subtitle)

Klik di sini untuk membaca review.

Comments (0)

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Subscribe