Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

/blog:/ Selamat Jalan, Cim Masnah…

/blog:/ Selamat Jalan, Cim Masnah…
29/01/2014 admin

CimMasnahDiSerang

Dua minggu sebelum saya menikah dengan Budi, tiba-tiba ayah saya berkata, “Kamu undang aja Cim Masnah nyanyi gambang kromong di kawinan kamu, dia pasti juga seneng.” Sebenarnya ide itu pernah terbersit juga di pikiran saya, apalagi Cim Masnah pernah wanti-wanti saya, “Nanti kalau Dek Yani kawin, Encim pengen datang”. Ide itu akhirnya tidak terlaksana, bukan hanya karena ibu saya merasa bahwa lagu-lagu gambang kromong terlalu ngelangut untuk sebuah perayaan pernikahan, tapi juga saya takut merepotkan Cim Masnah. Saya bahkan tidak mengundangnya datang ke pernikahan saya, karena saya terlalu sedih membayangkan betapa susah payahnya ia harus naik angkutan umum dari Tangerang ke Bandung. Biarlah nanti, saya pikir, saya dan Budi yang akan bertandang ke rumahnya.

Cim Masnah, yang selalu salah memanggil saya “Yani” dan saya biarkan, meninggal tiga hari yang lalu di rumahnya di Sewan, Tangerang, di usia 88 tahun. Ketika Ocit, anaknya, menelepon saya kemarin lusa dan menyebutkan angka 88, saya langsung berpikir, itu angka yang bagus. Cim Masnah sebenarnya tidak pernah ingat berapa umurnya, tapi ia selalu bilang bahwa ia lahir di tahun Macan. Cim Masnah juga pernah cerita, bahwa hingga umurnya yang ke-tujuh-puluh-sekian, ia masih melakukan tradisi menyantap kue onde sejumlah umurnya. Setelah ia semakin lemah dan merasa tak mampu lagi ia pun berhenti.

Kini, ia tidak hanya berhenti makan onde tapi juga berhenti hidup dan menyanyi. Setiap kali saya mengingat Cim Masnah, suaranya yang magis masih saja terngiang-ngiang, menyayat sekaligus menenangkan hati saya. Suara itu pula yang membuat saya terhenyak di Chicago pada 2001, ketika pertama kali mendengarkan lagu-lagu dalam CD Gambang Kromong: Music from the Outskirt of Jakarta rilisan Smithsonian/Folkways. Momen itu menjadi awal perkenalan saya dengan Cim Masnah dan musik Gambang Kromong (versi Tangerang, yang cukup berbeda dengan versi Benyamin S.), yang kemudian saya dokumentasikan menjadi film Anak Naga Beranak Naga (2006). Budi yang rajin berburu piringan hitam tua dan kaset-kaset lama selalu berharap menemukan foto-foto Cim Masnah semasa muda di salah satu sleeve hasil perburuannya. Hingga kini baru dua kaset gambang kromong (tahun produksi tak diketahui, diperkirakan akhir 1970-an) yang berhasil Budi temukan dengan Cim Masnah berpose sebagai foto sampulnya. Berdiri memakai kebaya putih, rambutnya ikal mengembang, raut mukanya keras.

Saya mengenal Cim Masnah hanya di sepersepuluh akhir masa hidupnya, di saat ia sudah menjanda, tua dan lemah. Ia galak, dan sering terserang asma kambuhan juga hipertensi. Kadang saya berpikir, andai saya mengenalnya ketika ia masih muda dan bergairah, mungkin ia akan lebih bersemangat menceritakan perjalanan hidupnya. Tapi mungkin juga jika Cim Masnah tidak sesepuh ini saya tidak akan berhasil menangkap pancaran kharisma sekaligus kegigihan seorang nenek tua yang berjuang seumur hidupnya: menyanyi untuk mencari nafkah.

Tiba-tiba saya merinding teringat kembali suaranya melantunkan cuplikan lagu “Poa Si Li Tan” (lagu klasik gambang kromong yang menurut Cim Masnah, terdiri dari 55 bait, dan ketika muda ia yang buta huruf hapal semua liriknya!) di pentas teater Diaspora di Esplanade Singapore, pada akhir 2006. Diaspora adalah pertunjukan teater kontemporer yang disutradarai Ong Keng Sen dari TheatreWorks bersama 5 seniman visual (termasuk saya) yang menggambarkan penyebaran manusia dan budaya di Asia. Untuk acara yang digelar selama 3 malam berturut-turut ini, grup gambang kromong diboyong khusus dari Tangerang, dan ditempatkan tepat di tengah-tengah panggung, di pertengahan acara. Cim Masnah, yang tiap malamnya saya tuntun dengan bangga menuju tempat duduk kayu serupa singgasana untuk menyanyikan lagu klasik gambang kromong tersebut, tampak cantik dan elegan, lengkap dengan kebaya dan kain berwarna emas kemerahan. “The Old Lady and the gambang kromong troupe,” kata seorang penonton, “was definitely the gem of the show!” Meski sempat masuk angin dan flu akibat AC di gedung-gedung Singapura yang sungguh sialan dinginnya, seluruh tim gambang kromong tampak sumringah. Mereka mendapat honor yang pantas, sorotan yang tepat, dan mungkin tepuk tangan yang paling meriah sepanjang hidup mereka.

Beberapa kali setelah acara tersebut, saya bertandang ke Tangerang menjenguk Cim Masnah dan para pemain gambang kromongnya. Kehidupan mereka yang serba kekurangan tetap tidak berubah, bahkan Cim Masnah lebih sering terserang asma. Meski tampak ceria menyambut kedatangan saya, Cim Masnah di obrolannya selalu menyelipkan keinginannya untuk cepat mati. Dia bilang, “Encim udah tua. Capek.” Kata-kata semacam itu membuat saya sedih. Saya selalu berpikir keras mencari cara agar ia bisa hidup lebih baik di hari tuanya. Apalagi sejak 2007 ia berhenti menyanyi gambang kromong sehingga pendapatan keluarganya berkurang. Kadang saya memberinya uang. Tapi uang itu kemudian habis. Lalu saya kasih lagi. Lalu pasti habis lagi. Karena begitulah hidup, it goes on.

Hingga datang hari kematian. Cim Masnah menghembuskan napas terakhirnya pada hari Minggu, 26 Januari 2014. Karena Cim Masnah adalah orang terakhir yang mampu melantunkan lagu-lagu klasik gambang kromong, maka separuh hidup gambang kromong pun turut mati bersamanya. Sebuah sejarah panjang terkubur bersama seorang perempuan luar biasa.

[Ariani Darmawan]

*

[STREAMING]
Lagu Klasik Gambang Kromong: “Pobin Poa Si Li Tan” / “Poa Si Li Tan” / “Pobin Poa Si Li Tan” (medley):

*

[FOTO-FOTO]
Oleh Tarlen Handayani, Sondhiar Hitomartanoe, Budi Warsito, dan TheatreWorks

CimMasnahCloseUp-Serang

CimMasnahDiSerang2
Cim Masnah bernyanyi di sebuah pentas kesenian di Serang, Banten, 2005.

.

KasetGambangKromong
Kaset-kaset gambang kromong (diperkirakan rilisan akhir 1970-an) dengan Cim Masnah [berkebaya putih] sebagai salah satu penyanyinya.

.

DiRumah2
Cim Masnah di tahun 2005, bersama sutradara Ariani Darmawan dalam pembuatan film dokumenter Anak Naga Beranak Naga.

.

DVD_AnakNagaBeranakNaga
DVD Anak Naga Beranak Naga rilisan Kineruku Productions, 2006.

.

Airport2
Cim Masnah bersama tim gambang kromong dari Tangerang menunggu di bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura, 2006.

.

FotoDiaspora3-web

FotoDiaspora1A
Cim Masnah bersama tim gambang kromong membawakan lagu klasik gambang kromong “Poa Si Li Tan” di pertunjukan teater kontemporer Diaspora (TheatreWorks, 2006) di Esplanade, Singapore.

 * * *

 

#blog_ArianiDarmawan

Comments (0)

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Subscribe