Please select a page for the Contact Slideout in Theme Options > Header Options

Film

Filters

Showing all 10 products

View 24/48/All

Filter by price

10 products

  • Trocoh1

    Trocoh – Budi Warsito

    , , , , , ,
    Penerbit: baNANA Tahun Terbit: 2021 ISBN::: 978-623-96372-3-1Kondisi: BaruKumpulan 41 tulisan tentang apa saja yang menarik minat penulisnya: film seluloid, serangga dan buah-buahan, topi dan soda beku, baling-baling bambu, menunggu acara di televisi, piring terbang, dan terutama musik. Siapa yang pertama kali memakai istilah punk di Indonesia? Benarkah gamelan di luar angkasa bakal menarik perhatian alien? Siapa itu Sujud Kendang dan kenapa dia lucu? Adakah resep mujarab untuk mendaur ulang sebuah lagu? Budi Warsito mencari benang merah dari semua itu, merasa menemukan kode-kode, dan malah tersesat sendiri di dalamnya,
    Rp 98.000,00
  • Buku Era Emas Film Indonesia-1
    Buku Era Emas Film Indonesia-1

    Era Emas Film Indonesia 1998-2019: Memoar Garin Nugroho

    , , ,
    Penerbit: Warning Books Tahun Terbit: 2020 Tebal: 233 halaman ISBN: 9786239330439Kondisi: BaruMEMBACA memoar dari seorang maestro bernama Garin Nugroho itu ibarat kita diajak masuk ke mesin waktu, dan menjelajahi momen-momen penting dalam film dan perfilman secara personal. Seperti Marty McFly yang diajak keliling menembus waktu oleh Emmet "Doc" Brown di film trilogi Back to the Future dan menapaktilasi situs-situs yang punya cerita pribadi di masa lalu, tapi tetap terkait langsung dengan sejarah sinema global dan nasional.Ini adalah semacam otobiografi "plus plus". Sebuah catatan perjalanan hidup tapi uniknya dengan mengarungi dan menjelajahi sejarah film dan perfilman Indonesia, lengkap dengan jiwa zamannya, atau sebaliknya: analisa populer seputar film dan perfilman dilakukan melalui pendekatan pengalaman dan nostalgia yang personal. Pengalaman hidup pribadi yang kaya juga ingatan yang kuat dan kedekatan dengan subjek menjadi modal utama untuk melakukan berbagai pemetaan dan mencakup berbagai aspek dari perfilman.Mas Garin tidak hanya melihat film sebagai teks, tapi juga konteks.
    Rp 85.000,00
  • Buku - Sinema Horor Kontemporer Indonesia
    Buku - Sinema Horor Kontemporer Indonesia

    Sinema Horor Kontemporer Indonesia – Anton Sutandio

    , ,
    Penerbit: Ombak Tahun Terbit: 2016 Tebal: 142 halaman ISBN: 978-602-258-368-4Kondisi: BaruDalam dunia akademis Indonesia, tidak banyak buku teks yang berbicara mengenai perfilman Indonesia, terlebih dalam genre horor. Oleh sebab itu, buku ini diharapkan dapat memperkaya keragaman buku-buku akademik mengenai industri film Indonesia yang semakin hari semakin berkembang.Dalam kaitannya dengan sejarah, terutama trauma sejarah Indonesia, buku ini mencoba untuk mengeksplorasi fungsi alegoris sinema horor kontemporer Indonesia yang merepresentasikan kekhawatiran dan ketakutan akan trauma sejarah yang belum tersembuhkan.Menjamurnya produksi film horor di Indonesia pada awal abad ke-21 bukanlah suatu kebetulan. Hal itu menyiratkan adanya kebutuhan untuk mengatasi berbagai bentuk kekerasan politik dan sosial yang belum terselesaikan.
    Rp 50.000,00
  • SensorKontemporer
    SensorKontemporer

    Sensor Kontemporer – M. Sudama Dipawikarta

    , , ,
    Penerbit: Pustaka Jaya Tahun Terbit: 2019 Tebal: 158 halaman ISBN: 978-623-221-320-3Kondisi: BaruFilm yang sudah diluluskan Lembaga Sensor Film (LSF) seringkali menuai kontroversi. Sebagian sineas berharap LSF tidak terlalu ketat dalam menyensor film, tetapi sineas lainnya mengingatkan LSF untuk lebih selektif dalam meloloskan film demi terjaganya kepuasan penonton. Begitu juga sebagian masyarakat meminta LSF menyensor seketat-ketatnya, bahkan tidak perlu meloloskan film yang menurut pandangan mereka tidak bermutu. Tetapi, tidak sedikit masyarakat yang memaki-maki LSF akibat adegan film yang hilang direvisi. Mereka berharap LSF menyensor lebih longgar, agar tidak mengganggu kenikmatan menonton film. Di sisi lain, peranti digital yang semakin melimpah dapat memudahkan masyarakat untuk menonton apapun tanpa melalui LSF. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak agar dapat memilih dan menghadirkan tontonan yang baik.Sensor Kontemporer merupakan kumpulan tulisan seputar sensor film di Indonesia. Konsep penyensoran selalu mengikuti perkembangan zaman, buku ini dapat mengupas bagian-bagian terpenting dari perkembangan tersebut.
    Rp 50.000,00
  • DariBalikLayarPerak
    DariBalikLayarPerak

    Dari Balik Layar Perak: Film di Hindia Belanda 1926-1942 – M. Abduh Aziz

    , , ,
    Pengantar: Budi Irawanto Penerbit: Komunitas Bambu Tahun Terbit: 2019 Tebal: xxii + 106 halaman ISBN: 978-623-7357-07-0Kondisi: BaruBuku ini mengkaji perihal proses perkembangan film di Hindia Belanda dalam kurun waktu 1926-1942. M. Abduh Aziz menggambarkan bagaimana rupa dan serba-serbi dunia kesenian film semasa kolonial. Ia memulainya dengan membahas lanskap sosial politik masyarakat Hindia Belanda jelang abad ke-20 dan perubahan wajah kota yang mulai menuju modernitas. Selain itu dibahas pula keberlangsungan kesenian tradisional di tengah mulai masuknya bentuk seni terkini juga film-film impor. Sebagai sarana penunjang perfilman, geliat bisnis bioskop juga tak luput dari pembahasan.Jika sebelumnya mereka menjadi pengimpor film dan pengusaha bioskop, mulai akhir 1920-an mereka terlibat langsung di balik layar sebagai produser. Pesatnya perkembangan dunia perfilman tanah air juga mendorong dibuatnya aturan-aturan dari pemerintah kolonial terkait penayangan film-film, juga tentu terhadap pajak dan cukainya.*“Terbitnya buku ini bisa menjadi pengingat bahwa film merupakan anak kandung kehidupan modern. Sejarah film di Indonesia tak bisa diceraikan dari proses urbanisasi yang juga diwarnai oleh regulasi yang hendak menepis ‘efek buruk’ sinema. Tak aneh, hari ini bioskop di Indonesia hadir di tengah pusat perbelanjaan dan impuls untuk menyensor film tak pernah sirna. Setidaknya, buku ini telah menunjukkan akarnya di masa lalu.”- Budi Irawanto, Presiden Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) dan pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.
    Rp 70.000,00
  • Buku - Kenang-Kenangan Orang Bandel
    Buku - Kenang-Kenangan Orang Bandel

    Kenang-Kenangan Orang Bandel – H. Misbach Yusa Biran

    , , , ,
    Pengantar Ajip Rosidi Penerbit: Komunitas Bambu Tahun Terbit 2008 Tebal: xviii + 326 halaman / Hard Cover ISBN: 979-3731-43-5Kondisi: Baru"Membaca otobiografi Misbach ini, saya merasa ternyata apa yang ditulisnya merupakan cermin utuh dari sosok pribadi penulisnya. Misbach menceritakan masa kecil dan remajanya, 'perjuangannya' di dunia film, hingga sekarang dikenal sebagai sosok sejarah film Indonesia itu sendiri karena pengetahuannya yang mendalam tentang subyek itu. Dalam tuturannya yang begitu lancar mengalir dan jujur, kita bukan saja bisa melihat dirinya lebih lengkap, tetapi juga melihat betapa hidup tidak bisa direncanakan begitu saja."- J.B. Kristanto"Memoar yang ditulis oleh H. Misbach Yusa Biran ini sangat menarik dan penting. Menarik karena cara mengisahkannya yang gesit dan bernada mengejek diri (walaupun ada rasa bangga di dalamnya). Penting karena dalam memoar ini bukan saja terungkap latar belakang kehidupannya sebagai orang Banten, melainkan juga tentang situasi perfilman Indonesia sejak tahun 1950-an sampai tahun 1990-an."- Ajip Rosidi
    Rp 165.000,00
  • Buku - Aku India 2
    Buku - Aku India 2

    Aku & Film India Melawan Dunia – Buku II – Mahfud Ikhwan

    , , , ,
    Penerbit: EA Books Tahun Terbit: 2017 Tebal: 218 halaman ISBN: 978-602-1318-47-8Kondisi: BaruMenjadi penonton film India di Indonesia sama seperti menjadi sudra: terlalu memalukan untuk diakui dan terlunta-lunta sendiri. Apa benar negara dengan produksi film tahunan terbanyak di seluruh dunia itu tak punya film-film yang membanggakan?Ini buku pengalaman menonton film India. Tentang nostalgia, perjuangan menonton, dan kisah-kisah tentang sejumlah film terbaik yang pernah dihasilkan manusia di muka bumi - film-film dari India, sebuah negara dengan amat banyak kemiripan dengan Indonesia.*Karya penulis pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014.
    Rp 75.000,00
  • Fovea #1
    Fovea #1

    FOVEA MAGAZINE #1

    , ,
    A4. PERFECT BINDING. BLACK&WHITE. OFFSET PRINTED.Kondisi: New Old Stocks“Who are we and what is our quest?”“We are gourmets, guides, and knights.“We are gourmets because we like good cooks: people who can turn a few basic ingredients into something extraordinary for other’s delicate and often demanding palates. This first issue will deal with those excellent cooks that are independent filmmakers, having to deal with limited resources and confronted to high expectations. Just like your auntie preparing the best Nasi Goreng in the world.“We are guides because we have been traveling the ways of movies in many directions, hanging out in the dark rooms of local theaters, in the erudite spheres of the cinematheques, in the festivals for the most lucky of us, and let’s admit it, in front of computer’s screen waiting for the torrents to be downloaded. Hours after hours. We have seen it almost all and we like to share it with others. (Not the torrents, but the excitement!) Showing you the unnoticed details that make sense. You know, like the statues in ‘Angels and Demons’. (But rest assured, we don’t live in Vatican’.)“We are knights because, come on! We are starting a paper-only magazine in the age of internet, about independent cinema, without subventions and formal link to any film distributors. It is a work of resistance, of guerilla. Yeah! Once a masochist, always a masochist! Or on more positive perspective: the key to freedom, and the price to pay! And we didn’t forget that Mr. Wayne who reminded us that: with great power comes great responsibility.“Our quest: to find the Grail of course! That movie which speaks to our heads and hearts. (Admittedly, the other way around is fine as well.) That filmmakers who will not only make you learn to make movies, but also make you learn to think. Those people who organize alternative distribution networks and viewing opportunities. Those ideas that put back the thinking in the viewing, that help discerned gold from lead.”– The editor and its shadowFOVEA MAGAZINE #1HEADLINE: SINEMATEKDedikasi Untuk Sinematek IndonesiaMantan Kepala Sinematek, Adi Pranajaya :“Dibutuhkan Energi Yang Luar Biasa Untuk Mengurus Sinematek Indonesia”Lisabona Rahman (Kineforum) dan Lintang Gitomartoyo (Yayasan Konfiden)“Sinematek Lepas Dari Orbit”Essay Photo : Survive On A ShoestringKurator Sinematek Brussels, Nicola Mazzanti“The Key Is Politics”Essay Photo : Cinematek Certainly Is Not A Boring PlaceFESTIVALsBUSAN FILM FESTIVAL 2012Catatan Dari Busan Film Festival:Wajah Karya Wajah PemirsaBusan Film Festival : The ReviewsEssay : The Gardener and His QuestsA conversation with Ifa Isfansyah :On Style In Directing TreatmentsCATATAN Dari HONGKONG Film Festival:Hongkong dan Cinema Pada Suatu KetikaSEA SCREEN ACADEMYMakassar Belajar Dari Fukuoka?Selamat Datang Calon Sineas-Sineas Indonesia TimurRiri Riza :“Karena Kita Pergi Untuk Kembali”CATATAN Dari ASEACC (Association For Southeast Cinemas Conference):Merayakan Lagi Lewat Djam Malam dan Mengapa Matt Dower Penting Untuk Direstorasi TotalFILM INDONESIA di AKHIR TAHUNHabis The Raid, Terbitlah ...PROFILEKenji MizoguchiSejarah Jepang dan Wanita - WanitanyaJiang WenRealisme Sinis dan Manusia Cina KiniMeiske Taurisia :“Kepercayaan Adalah Investasi dan Pondasi”Ismail BasbethSiapakah Ismail Basbeth?KLASIKMilestones:Amerika Pada Suatu MasaFEATUREThe Haunted Works Of Apichatpong Weerasethakul : PrimitivePersonalized and Depersonalized Memory Of PlacesVampir Dalam Sinema : Monster, Pahlawan, dan KekasihFashion Dalam Film : Ketika Fashion Tidak Lagi Jadi HiasanHumanimals : How Close Are You, Insects?Travelogue : Surat Kecil Pencinta Film JepangREVIEWOnce Upon A Time in Anatolia:Perjalanan Melewati Buramnya Sifat ManusiaPrometheusDon't Shoot At The Ambulance !Ambilkan BulanBulan Untuk AmeliaDi Timur MatahariMenggali Makna Film Anak Bagi Penonton DewasaPerahu KertasRomantisme Yang terus Berlayar Sampai TersesatSoegijaMengungkap Hidup Dibalik KekakuanOBITUARIAndrew SarrisChris Marker
    Rp 70.000,00
  • Fovea #0
    Fovea #0

    FOVEA MAGAZINE #0

    , ,
    154 PAGES. A4. PERFECT BINDING. BLACK&WHITE. OFFSET PRINTED.Kondisi: New Old Stocks"Who are we and what is our quest?""We are gourmets, guides, and knights."We are gourmets because we like good cooks: people who can turn a few basic ingredients into something extraordinary for other's delicate and often demanding palates. This first issue will deal with those excellent cooks that are independent filmmakers, having to deal with limited resources and confronted to high expectations. Just like your auntie preparing the best Nasi Goreng in the world."We are guides because we have been traveling the ways of movies in many directions, hanging out in the dark rooms of local theaters, in the erudite spheres of the cinematheques, in the festivals for the most lucky of us, and let's admit it, in front of computer's screen waiting for the torrents to be downloaded. Hours after hours. We have seen it almost all and we like to share it with others. (Not the torrents, but the excitement!) Showing you the unnoticed details that make sense. You know, like the statues in 'Angels and Demons'. (But rest assured, we don't live in Vatican'.)"We are knights because, come on! We are starting a paper-only magazine in the age of internet, about independent cinema, without subventions and formal link to any film distributors. It is a work of resistance, of guerilla. Yeah! Once a masochist, always a masochist! Or on more positive perspective: the key to freedom, and the price to pay! And we didn't forget that Mr. Wayne who reminded us that: with great power comes great responsibility."Our quest: to find the Grail of course! That movie which speaks to our heads and hearts. (Admittedly, the other way around is fine as well.) That filmmakers who will not only make you learn to make movies, but also make you learn to think. Those people who organize alternative distribution networks and viewing opportunities. Those ideas that put back the thinking in the viewing, that help discerned gold from lead."- The editor and its shadowFOVEA MAGAZINE #0:HEADLINEsSensor - Sensor di Indonesia - Sensor di Kamboja - Wawancara dengan Mukhlis Paeni, Ketua Lembaga Sensor Film IndonesiaCrowdfunding - Solusi Baru Filmmaking? - Wawancara dengan Sammaria Simanjuntak, sutradara Demi UcokFESTIVALsBerlinale 2012- Ada Apa di Berlinale tahun ini? - Wawancara dengan Edwin - Wawancara dengan John Badalu - Wawancara dengan Marlon Rivera - Film-film Asia Tenggara Di Berlinale65 Festival De Cannes - Bertaburan Kritik dan Komentar Sosial - Dominasi Film-Film Amerika - Lewat Djam Malam di Cannes Classics - Kontroversi Filsuf Selebriti Bernard-Henri Levy - Film-Film politik - Para Generasi BaruFILM INDONESIA DI AWAL TAHUN SHORTSHARPSHOCKFilm Pendek, Kenapa Tidak?DOKUMENTERWawancara dengan Ucu AgustinTRACKING THE SOUNDOn David Julyan's Work with Christopher NolanPROFILEJohn Cassavettes George Méliès Paul Agusta Kamila AndiniFEATURETowards A Grey World: From Apollo 13 to Apollo 18 Freak Cinema: Memandang Yang (Tidak) SeadanyaARTIST's CORNERArie Asona Sheila Rooswitha Putri Gambar SelawREVIEWModus Anomali The Mirror Never Lies Le Havre Joven Y Alocada The Iron Lady Cesare Deve Morire We Need To Talk About KevinOBITUARIAlmarhum Misbach Yusa Biran
    Rp 70.000,00
  • Politik Film di Hindia Belanda - M. Sarief Arief
    Politik Film di Hindia Belanda - M. Sarief Arief

    Politik Film di Hindia Belanda – M. Sarief Arief

    , , ,
    Kondisi: Baru Format: Soft Cover ISBN: 9793731680 ISBN13: 9789793731681 Tanggal Terbit: 20 Januari 2010 Bahasa: Indonesia Penerbit: Komunitas Bambu Halaman: 120 Dimensi: 140 mm x 210 mm Buku ini memberikan fakta-fakta menarik bagaimana pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik film dengan cara mempertajam dan mengarahkan gunting sensornya secara serampangan, asal-asalan, tanpa aturan yang mengebiri film pada saat pertumbuhannya. Bahkan seorang anggota Komisi Sensor Film saat itu dapat melakukan penyensoran tanpa harus menunggu keluarnya surat perintah. Carut marut tersebut terjadi hanya lantaran rasa malu dan takut pemerintah terhadap pencitraan orang Barat yang akan terlihat buruk di mata Pribumi. Penulis bukan saja menyajikan dan menganalisis setiap peraturan dengan kritis, juga memberikan contoh-contohnya. Ia siap dengan kekayaan sumber-sumber sezaman. Diperkuat pula dengan wawancara para pelaku sejarah, termasuk dengan mantan pemain Dardanella, Tan Boen Seng. Sebab itu dapat memberikan pemahaman yang utuh mengenai latarbelakang politik film di Hindia Belanda dan cukup kuat sebagai bahan refleksi politik film masa kini, khususnya dalam hal kelayakan, sensor, pengguntingan, dan lain sebagainya.
    Rp 40.000,00
Subscribe