Tidak banyak yang bisa kita banggakan dari negeri kita ini. Dan satu dari yang sedikit itu adalah Pramoedya Ananta Toer.
Melalui karya-karyanya, Pram memupuri wajah bangsa ini. Ia membentuk kepribadian Indonesia: watak dan perangainya. Beliau berhasil membentuk sebuah masyarakat, memperlihatkan kelemahan juga kelebihan orang-orang Indonesia. Hal ini tampak jelas pada seluruh karyanya, dan Pramoedya sendiri teridentifikasi secara kentara melalui novel-novelnya tersebut. Namun banyak orang tidak sadar bahwa karya Pramoedya bukan sebatas novel saja.
Pada awal karirnya sebagai penulis, Pram menghasilkan berbagai bentuk karya tulis: prosa, puisi, cerita pendek, dan esai. Karya-karya tersebut tersebar pada berbagai majalah dan media lainnya, dan baru belakangan in dirangkum oleh Astuti Ananta Toer menjadi dua buah buku yang diberi nama Menggelinding. Sebuah buku yang dengan apik menggambarkan perjalanan seorang penulis dalam mencari suara dan pemikirannya sendiri.
Seperti karya-karyanya yang lain, cerita-cerita dalam buku ini memperlihatkan Pramoedya sebagai seorang visioner. Realisme dalam tulisannya menunjukkan gambaran masyarakat yang nyata, tidak dibuat-buat. Dengan menceritakan cacat dan borok, Pram berhasil memperlihatkan kita sebuah gambaran yang utuh tentang konsep “bangsa Indonesia”.
Pandangan tersebut terbaca jelas pada esainya, dimana segala pendapat ia keluarkan tanpa tedeng aling-aling; kadang berupa serangan terbuka terhadap beberapa tokoh. Dalam tulisan-tulisan ini pula kita bisa mengintip ide kontroversial Pramoedya tanpa sensor. Esai-esai tersebut mempertanyakan segala hal mulai dari masalah sosial, politik, seni, hingga Tuhan. (Besar kemungkinan ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Indonesia karena salah satu tulisan dalam buku ini).
Singkatnya, Menggelinding merupakan sebuah bukti nyata bahwa bangsa ini memiliki kemampuan untuk maju. Seorang Pramoedya Ananta Toer telah membeberkan potensi yang kita miliki, harta yang bisa kita temukan jika kita menggali akal dan pikiran kita, terlepas dari kondisi yang sedang kita hadapi sekarang. Dan dalam salah satu esainya Pramoedya mengatakan: ”Bukan seharusnya orang ditentukan keadaannya oleh kesukaran-kesukaran yang dihadapinya, tetapi kesukaran itu wajib dipandang bahwa hidup itu ada, bahwa perjuangan kembali dibutuhkan. Bila semua itu tidak disadari, maka titik akhir telah tersedia”.
[Indra Permadi]
Comments (3)
ganteng yah si om ini..
saya kurang suka kata2 pembuka artikel ini. “Tidak banyak yang bisa kita banggakan dari negeri kita ini”. sepertinya anda harus lebih sering melihat halaman rumah sendiri. Indonesia tidak sebesar daun kelor lo. sekedar saran saja. :)
Tidak banyak bukan berarti semua, melihat kekayaan alam kita mestinya bangga, jika berhasil mengolah dan memanfaatkannya dgn sungguh2 utk kepentingan rakyat Indonesia. Tapi kenyataannya dengan kemerdekaan yang sudah cukup lama kita kenyam, kesejahteraan bangsa ini memang masih memprihatinkan… kena disaring dulu gaya bahasa hiperbol tsb.